Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD menyampaikan Pidato Kebudayaan tahun 2012, yang bertajuk “Mengembalikan Daulat Rakyat Demokrasi Kita” di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Sabtu (10/11) malam.
Hadir dalam acara itu, ratusan masyarakat dari berbagai tokoh nasional, kalangan seni dan budaya, serta sejumlah media elektronik maupun cetak turut memadati acara tersebut. Acara Pidato Kebudayaan 2012 ini diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bekerja sama dengan Badan Pengelola Pusat Kesenian Jakarta (BP-PKJ, TIM) dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Taman Ismail Marzuki yang ke-44 pada setiap 10 November.
Dalam pidatonya, Mahfud mengajak masyarakat Indonesia untuk melihat kembali penerapan sistem demokrasi yang digunakan selama ini. Sebab, menurutnya, demokrasi yang dimiliki bangsa Indonesia saat ini tampaknya mandek, cenderung liar dan kebablasan. Banyak rambu-rambu demokrasi yang diterobos dengan dalih demokrasi. “Demokrasi sekarang ini digunakan untuk melakukan korupsi, sehingga muncul istilah berkorupsi melalui demokrasi,” jelasnya.
Pasca dilakukan amandemen UUD 1945, Mahfud menuturkan dalam pemaparannya, demokrasi yang dimiliki bangsa Indonesia telah dimanifestasikan dalam hampir semua sektor kehidupan, secara meriah dan lebih baik. Tetapi ternyata, demokrasi masih banyak menyimpan banyak persoalan, dimana, masyarakat sipil terus tumbuh tetapi tidak diimbangi dengan ketertiban sosial. “Kebebasan sebagai simbol khas demokrasi justru menimbulkan perilaku-perilaku anarki dan hedonistik yang bertentangan dengan demokrasi itu sendiri,” terangnya. Sementara dalam kancah politik, relasi kekuasaan dikotori oleh nepotisme dan politik transaksional. “Banyak pejabat terindikasi, bahkan sebagian telah terbukti berperilaku koruptif,” ucapnya.
Namun demikian, Mahfud mengamini, pilihan menggunakan sistem demokrasi melalui penyusunan UUD 1945 adalah sebagai jalan untuk kemaslahatan rakyat berbangsa dan bernegara. “Tak ada sistem lain sebaik demokrasi, meskipun demokrasi bukanlah sistem yang sempurna,” tutur mantan Anggota DPR RI tersebut. “Memang demokrasi tidak sempurna. Namun sejelek-jelek yang ada pada demokrasi, masih lebih baik dari yang bukan demokrasi. Itu pilihan pendiri bangsa kita,” terang Mahfud lagi.
Krisis Demokrasi
Disamping berbicara sistem demokrasi, Mahfud juga menjelaskan mengenai maraknya korupsi berbasis demokrasi di Indonesia. Dikatakannya, meski tak hendak menyebut demokrasi Indonesia ini berbasis korupsi, tetapi kenyataannya semakin menjulangnya tingkat korupsi di Indonesia. Ini menandakan krisis demokrasi sudah sangat membahayakan. “Demokrasi kita terlalu “becek” saat ini, digenangi korupsi yang selalu menghasilkan akal cerdik untuk mengakali dan melakukan korupsi melalui proses demokrasi,” katanya.
Pertayaannya, mengapa bangsa Indonesia tidak bisa keluar dari krisis demokrasi yang parah ini? Untuk menjawab pertanyaan itu, Mahfud menyarankan perlunya membuat garis demokrasi yang tegas agar tahu pada posisi mana persoalan tersebut terjadi. Dalam hal ini, pada tataran konseptual yang ada dalam UUD 1945, kata Mahfud, demokrasi yang diterapkan oleh bangsa Indonesia tidak ada masalah.
Namun demikian, Mahfud berpandangan, krisis demokrasi yang terjadi dalam negeri ini terjadi dalam tataran implementasi, bukan dalam konseptual lagi. “Oleh karena itu, yang harus dipikirkan saat ini bagaimana sistem ini dijalankan, dan bukan bagaimana sistem ini dirancang (diperdebatkan),” jelas Mahfud. “Separah apapun penyakit demokrasi, kita tidak boleh menyerah, apalagi mengatakan goodbye (selamat tinggal) demokrasi,” pesan Mantan Menteri Pertahanan RI era Presiden Gus Dur ini.
Mahfud juga berpesan dalam akhir pidatonya bahwa demokrasi (kedaulan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatan hukum) harus sejalan. Sebab, demokrasi tidak mungkin bisa diwujudkan tanpan rule of law (aturan hukum). “Demokrasi diatur dan dibatasi oleh aturan hukum, sedangkan hukum itu sendiri ditentukan melalui cara-cara demokrasi,” tandasnya.
Perlu diketahui, Mahfud didaulat untuk menyampaikan Pidato Kebudayaan ini disebabkan ia dinilai mempunyai kredibiltas dalam penegakan hukum di Indonesia. Tak ayal, banyak orang melihat beliau adalah seorang tokoh yang selama ini tampil tegas dan menjadi “benteng” dan tonggak acuan dalam situasi yang penuh dengan tanda tanya ini. Pada tahun-tahun sebelumnya, pidato kebudayaan disampaikan tokoh-tokoh lain. (Shohibul Umam/mh)