Para peserta partai politik tahun 2009 yang jumlahnya sebanyak tujuh partai politik menilai Undang-Undang Nomor 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD (UU Pemilu), yang di dalamnya mengatur syarat verifikasi menjadi peserta Pemilu terlalu berat dan rumit, serta menyimpang dari prinsip kedaulatan rakyat dan perwakilan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Berlandaskan persoalan tersebut, ketujuh partai politik itu berbondong-bondong mengajukan uji materi UU Pemilu, Pasal 15, Pasal 16 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), beserta turunannya yakni Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 11/2012 dan No. 12/2012 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Rabu (7/11) siang, sidang teregistrasi dengan Nomor 106/PUU-X/2012 ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK.
Ketujuh partai tersebut adalah Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia), dan Partai Buruh. Selanjutnya disebut dengan Para Pemohon.
Kuasa hukum Para Pemohon Bambang Suroso mengatakan, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Dikarenakan, pasal-pasal tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu ataupun para peserta Pemilu tahun 2014. Hal ini terbukti, sampai akhir jadwal yang sudah ditetapkan oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu tidak dapat diwujudkan secara nyata dan jelas. “Kami sebagai Para Pemohon merasa dirugikan hak konstitusional kami. Karena sebagai penyelenggara Pemilu, KPU sampai detik ini belum mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya,” tutur Bambang dalam persidangan.
Beratnya Verifikasi
Labih lanjut, kata Bambang, verifikasi partai politik yang dilaksanakan oleh KPU harus selesai dalam 15 (lima belas) bulan sebelum pemungutan suara dilakukan sesuai dengan pasal tersebut dinilai memberatkan Para Pemohon. “15 (limabelas) bulan sebelum hari pemungutan suara harus selesai dilaksanakan verifikasi, nampaknya para Pemohon merasa persyaratan ini sangatlah berat,” terang Bambang.
Lebih jauh ketentuan tersebut, sambung Bambang, sama sekali tidak berdasar terhadap ketentuan Pasal 22A UUD 1945, dan akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil, serta akan menimbulkan kekacauan di kalangan masyarakat. “Jelas sangat bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945,” tegas para Pemohon dalam permohonannya. Untuk itu, para Pemohon memohonkan kepada MK untuk membatalkan ketiga pasal tersebut dalam UU Pemilu atau dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. “UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” terang para Pemohon dalam petitum permohonannya.
Diawal persidangan, Bambang juga menjelaskan kepada Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Akil Mochtar, didampingi Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai anggota, bahwa permohonan Para Pemohon akan diperbaiki karena ada partai politik yang lain juga ingin bergabung dalam persidangan ini.
“Pemohon akan kami perbaiki, karena masih ada yang ingin bergabung sama kami. Sehingga dalam perbaikan kedua akan kami cantumkan berikut suratkuasa dan legal standing (kedudukan hukum para Pemohon),” terang Bambang. “Untuk itu, Anda diberikan 14 (empat belas) hari paling lambat, untuk memperbaiki permohonan dan sudah harus masuk di Kepaniteraan Mahkamah,” kata Akil Mochtar, jelang akhir persidangan. (Shohibul Umam/mh)