Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD menghadiri Haul ke-35 Al- Maghfurlah KH. Ruhiat, pendiri pondok Pesantren Cipasung dan haul ke-5 Al-Maghfurlah KH. Moh. Ilyas Ruhiat. Turut hadir Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Adjat Sudrajat, beberapa ulama serta santri Pondok Pesantren Cipasung, Singaparna, Jum’at (2/11) di Masjid Pondok Pesantren Cipasung, Singaparna.
Pada kesempatan tersebut, Mahfud diberikan amanah untuk menyampaikan tausiah. Dalam tausiahnya, Mahfud memaparkan tentang sikap kesederhanaan pesantren pada era 60-an. Menurutnya, tidak bisa dibayangkan orang yang belajar di pesantren bisa menempati beberapa posisi penting dalam pemerintahan atau lembaga negara lainnya.
“Tidak bisa dibayangkan orang yang belajar dipesantren itu bisa menjadi jaksa agung muda, tidak bisa dibayangkan dulu orang di pesantren kok jadi menteri karena dulu ketika kita dijajah oleh Pemerintah Hindia Belanda itu memang ada politik pendidikan yang mendiskriminasikan peluang orang-orang Islam itu untuk menjadi pejabat,” kata Mahfud.
Oleh karena adanya diskriminasi tersebut, pada tahun 1952, Menteri Agama KH. Wahid Hasyim bersama Menteri Pengajaran dan Kebudayaan Major Johan membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) yang isinya: “lulusan madrasah di pesantren diberi civil effect yang sama dengan lulusan SMP negeri, lulusan Madrasah Ibtidaiyah bisa masuk ke SMP negeri yang SMP negeri bisa masuk ke Aliyah, lulusan Ibtidaiyah bisa masuk ke SMA, lulusan Aliyah bisa masuk universitas negeri, lulusan SMA bisa masuk perguruan tinggi agama”.
Sehingga, sejak itu terhadap produk pendidikan pesantren itu mendapatkan penghargaan dari negara. “Maka pada tahun 60-an produk SKB ini sudah memunculkan banyak sekali anak-anak santri lulusan SMA dan Aliyah yang bekerja di kantor-kantor pemerintah,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, hal ini adalah tantangan bagi pesantren. Menurutnya, kita bisa mencapai kondisi tersebut karena kemerdekaan, kalau Indonesia tidak merdeka, tidak mungkin seperti itu. “Akan terus dijajah seperti itu dan orang Islam itu selalu menjadi pesuruh dinegerinya sendiri,” tegasnya.
Mahfud menegaskan, sebagai orang pesantren jangan berkecil hati. Pesantren itu justru sekarang yang banyak memimpin negeri ini, yang dulunya tidak mungkin, sekarang menjadi mungkin. “Sehingga, harus bangga bahwa saya itu santri dan santri itu bisa, jangan sampai menjadi santri itu lalu merasa rendah diri tidak boleh harus percaya diri,” ujarnya.
Kalau kita lihat perjuangan para ulama, maka haul ke-35 KH. Ruhiat dan haul ke-5 KH. Moh. Ilyas Ruhiat seperti ini adalah untuk berkomunikasi kemudian mencontoh dan merenungkan bahwa mereka-mereka ini berjasa terhadap bangsa, negara, dan masyarakat. Menurut Mahfud, mereka telah memberi contoh bahwa hidup beragama itu sifatnya sangat luas.
“Hidup beragama itu mencakup juga hidup berpolitik karena beliau juga berpolitik mengajarkan bahwa Islam, orang Islam itu kalau buta politik tidak mau politik dan menganggap politik itu haram, maka orang Islam tidak maju. Politik itu fitrah, kenapa tidak ada manusia itu hidup tanpa politik, begitu anda lahir, anda sudah menjadi bagian dari sebuah organisasi politik,” ungkap Mahfud.
Oleh sebab itu, lanjut Mahfud, berpolitik jangan ditinggalkan tapi dimanfaatkan untuk menuju politik yang mulia. “Konstitusi itu kalau di dalam agama kira-kira sama artinya dengan mitsaqon gholizho, ikatan luhur, perjanjian luhur, atau modus vivendi itulah konstitusi,” paparnya. “Jadi kita sebagai orang Islam itu juga harus berpolitik berdasar landasan konstitusi karena konstitusi kita itu adalah mitsaqon gholizho dari kehidupan ber-Indonesia.”
Mahfud mengatakan, sekarang yang dibutuhkan oleh bangsa ini adalah leadership dan keteladanan. Karena, tidak ada keteladanaan maka tidak ada ketegasan. Sehingga terjadi kebingungan di tengah-tengah masyarakat, lalu masyarakat membuat hukum sendiri. “Karena apa? Karena leadership dan keteladanan itu tidak ada.”
Menurut dia, Indonesia masih punya masa depan panjang. Masa depan Indonesia, terutama anak-anak muda, tugasnya sekarang adalah mempersiapkan diri untuk mengambil estafet pada kepemimpinan di masa depan.
Mengakhiri tausyiah-nya, Mahfud berpesan kepada seluruh santri, untuk meneladani junjungan kita Muhammad SAW. “Kemudian yang paling dekat kita saat ini, malam ini adalah Kyai Ruhiat dan Kyai Ilyas yang salah satu hal penting diteladani bagaimana kita hidup bermasyarakat itu secara benar, membangun kesejahteraan masyarakat itu adalah tugas kita hidup beragama,” tuturnya. (Ganie/mh)