Kecurangan Pasangan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum kepala Daerah Kabupaten Brebes Idza Priyanti dan Narjo (Pihak Terkait dalam perkara ini) kembali diungkapkan oleh para saksi Pemohon dalam Sidang Pembuktian, Kamis (1/11) di Ruang Sidang Pleno MK. Terungkap berbagai kecurangan, diantaranya: mobilisasi para kepala desa untuk mensukseskan pasangan Idza-Narjo, ketidakabsahan ijazah Calon Wakil Bupati Narjo, dan politik uang.
Saksi Pemohon Safi’i, seorang kepala desa dan sekaligus Sekretaris Praja Tali Asih (Parade Nusantara Kab. Brebes), mengungkapkan telah mendapat laporan dari 17 kepala desa yang menyatakan bahwa Pasangan Idza-Narjo telah mengerahkan para kepala desa untuk mengajak dan memobilisasi warga. “Awal Juli ada mobilisasi 150 kepala desa ke Water Park,” ungkapnya. Kegiatan ini, menurutnya, dilakukan untuk memenangkan Pihak Terkait.
Dalam acara tersebut, kata dia, para kepala desa yang ikut diminta untuk mendukung pencalonan Idza Priyanti sebagai Bupati Brebes. “Meminta kepala desa yang hadir untuk mengajak warganya mendukung Idza Priyanti dalam Pemilukada,” katanya. “Yang ikut masing-masing diberi uang Rp. 1 juta disertai bingkisan baju batik.”
Di samping itu, lanjutnya, ada pula laporan yang menyebutkan bahwa terjadi mobilisasi kepala desa yang dikemas dalam kegiatan buka puasa bersama. Pertemuan tersebut dilakukan di tiga tempat. Pertama, buka bersama yang dihadiri oleh lima kecamatan dengan dihadiri 52 kepala desa. Kedua, dihadiri 61 kepala desa dari enam kecamatan di wliayah tengah dan satu dari kecamatan wilayah selatan. Dan ketiga, dilakukan di Rumah Makan Saka Libel. “Dihadiri 31 kepala desa dari 5 kecamatan wilayah selatan,” papar Safi’i.
Bahkan, tak hanya itu, menurut Safi’i, adapula penyediaan fasilitas mobil untuk beberapa kepala desa. Fasilitas tersebut, berupa mobil Xenia dan Grand Max. Setiap hari, mobil Xenia tersebut, dipakai oleh Kepala Desa Ahmad Tasrik yang sekaligus Ketua Praja Tali Asih. Praja Tali Asih adalah perkumpulan para kepala desa se-Kab. Brebes.
Hadir pula Farid Surya Wijaya, yang sehari-harinya berprofesi sebagai dokter. Menurut Farid, dirinya telah melakukan penyelidikan atas kebenaran dan keabsahan ijazah Narjo. Dia pun mencari informasi dari berbagai pihak, dari teman sekolah Narjo hingga kepala sekolah Narjo saat di bangku SMA PGRI Brebes.
Hasilnya, kata dia, Narjo tidak pernah bersekolah di sana dan ijazahnya pun tak jelas keasliannya. Kesimpulan ini dia peroleh setelah mendapat penjelasan dari Muhyi, Kepala Sekolah SMA PGRI dimana Narjo pernah dianggap bersekolah. “Muhyi mengatakan tidak pernah melihat ijazah Narjo, dia hanya pernah melihat fotocopy ijazah Narjo.”
Intinya, menurutnya, surat pernyataan yang ditandatangani Muhyi yang menyatakan bahwa Narjo adalah siswa pindahan, lulus 1992, dan ijazah sah adalah tidak benar. “(Muhyi) merasa dijebak,” tegasnya.
Sementara itu, beberapa saksi lainnya, menuturkan beberapa kecurangan terkait money politic. Seperti: pembagian uang, beras, mie instan, batik, dan kerudung. (Dodi/mh)