Sidang lanjutan terhadap pengujian Undang-Undang No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman kembali digelar MK. Pada Kamis (1/11), sidang yang digelar dengan agenda perbaikan permohonan ini diketuai oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim.
Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Ridwan Darmawan mengungkapkan telah memperbaiki permohonan sesuai saran Majelis Hakim Konstitusi pada sidang sebelumnya. Menurut Ridwan, Pemohon telah memperbaiki struktur permohonan dan memperkuat argumentasi. “Kami sudah menyertakan surat kuasa dari RKP serta memperbaiki struktur permohonan. Selain itu, kami juga memperkuat argumentasi pada Pasal 5 dan Pasal 12 UU Sistem Budidaya Tanaman,” jelas Ridwan.
Ketua Hakim Panel Muhammad Alim yang didampingi oleh Hakim Konstitusi Harjono dan Anwar Usman mengesahkan alat bukti yang diserahkan oleh pemohon. “Jika Pemohon mengajukan tambahan bukti bisa diajukan pada persidangan berikutnya. Saudara juga bisa mengajukan saksi maupun ahli pada persidangan berikutnya,” papar Alim.
Dalam pokok permohonan No. 99/PUU-X/2012, Para Pemohon yang terdiri atas Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Aliansi Petani Indonesia (API) dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa) mengujikan Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, dan c UU Sistem Budidaya Tanaman. Menurut Pemohon, pasal tersebut telah mengakibatkan pemerintah memiliki wewenang untuk melakukan perencanaan, penetapan wilayah, dan pengaturan produksi. Dikatakan Pemohon lagi, Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, dan c jika dihubungkan dengan Pasal 6 ayat (2) UU Sistem Budidaya Tanaman mengakibatkan pertentangan antara kewenangan pemerintah dengan hak petani, bahwa hak petani harus tunduk kepada perencanaan pemerintah, sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum antara hak dan kewajiban petani. Pasal 5 ayat (1) huruf d UU Sistem Budidaya Tanaman dinilai Pemohon bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28C Ayat (2), Pasal 28F, Pasal 28I Ayat (2) serta Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945. Menurut Pemohon, yang terjadi selama ini petani tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan, pengembangan, pengaturan produksi dan penetapan wilayah. (Lulu Anjarsari/mh)