Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), sepanjang frase “batas tertentu” yang oleh Para Pemohon agar dinyatakan konstitusional bersyarat, dan harus dimaknai batas besaran 2 (dua) kali pendapatan tidak kena pajak, menurut Pemerintah bukan permasalahan konstitusionalitas suatu norma sehingga perlu dilakukan pengujian UU terhadap UUD 1945.
“Apabila Para Pemohon mengusulkan “batas perhitungan tertentu” maka dapat mengusulkannya melalui legislative review kepada pembentuk UU (DPR RI dan Presiden),” tutur Kepala Biro Hukum Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sunarno, pada sidang pengujian UU SJSN – Perkara No. No. 90/PUU-X/2012 – pada Rabu (31/10) di Ruang Sidang Pleno MK.
Lebih lanjut, dikatakan Sunarno, Para Pemohon juga mempertentangkan antara UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JSTK) dengan UU ini. Padahal, menurutnya hal demikian tidak bisa dipertentangkan karena masing-masing UU mengatur ketentuan yang berbeda. Apabila JSTK mengatur jaminan kesehatan dalam hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja/buruh, sedangkan SJSN mengatur jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat Indonesia.
“Menurut Pemerintah, Para Pemohon mencampuradukkan antara jaminan kesehatan di dalam hubungan kerja dan jaminan kesehatan di luar hubungan kerja. Padahal, antara keduanya berbeda,” jelas Sunarno, di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Moh. Mahfud MD ini.
Berdasarkan pertimbangan diatas, menurut Pemerintah, sistem jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN telah memenuhi syarat dan maksud Pasal 34 Ayat (2) UUD 1945. Oleh karena itu, Pemerintah memohonkan supaya permohonan Para Pemohon ditolak atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima.
Tidak Bertentangan
Dalam sidang yang diajukan oleh M. Komarudin, Hamsani, Nani Sumarni, dkk selaku Para Pemohon tersebut, juga didengarkan keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat, yang diwakili anggotanya Yahdil Harahap. Menurutnya, pada dasarnya ketentuan pasal yang diujikan menjelaskan dan mengatur ketentuan Pasal 19 UU a quo yang telah diuji materil sebelumnya.
Kemudian, Pasal 19 UU tersebut, menurutnya telah mengatur bahwa salah satu prinsip asuransi sosial adalah besaran iuran berdasarkan prosentase upah/hasil. “Oleh karenannya, ketentuan Pasal 27 yang merupakan ketentuan lebih lanjut dari Pasal 19 a quo,” ucapnya.
Oleh karena itu, Yahdil mengatakan kepada Mahkamah supaya menyatakan permohonan Pemohon bertentangan dengan UUD 1945. “DPR berpendapat, ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU No. 40/2004, terkait frase ‘batas tertentu dan bersama oleh pekerja’ tidaklah bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28H Ayat (1) dan Ayat (3) UUD 1945,” jelas anggota DPR RI itu.
Adapun Pasal 27 ayat (1) UU SJSN tersebut berbunyi, “Besarnya jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas tertentu, yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.” Kata para Pemohon, dalam sidang sebelumnya, Pasal a quo, sepanjang frasa “...bersama oleh pekerja...” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. “Kami menilai Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 ini bertentangan dengan konstitusi,” tegas Kuasa Hukum Pemohon Andi M. Asrun. (Shohibul Umam/mh)