Sidang lanjutan terhadap pengujian Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif) kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi pada Senin (29/10). Sidang perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 96/PUU-X/2012 ini diketuai oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar. Dalam sidang beragendakan perbaikan permohonan tersebut, Veri Junaidi selaku kuasa hukum Pemohon, menyampaikan beberapa perbaikan permohonan yang telah dilakukan oleh pihaknya. Perbaikan tersebut di antaranya memperbaiki alasan permohonan dan petitum. “Kami membuat perubahan di poin 28 bahwa Undang-Undang Dasar 1945 di situ telah mengatur adanya dua jenis lembaga negara, yaitu DPR dan DPD. Di mana DPR, dia mewakili sebagai representasi rakyat dan DPD mewakili representasi daerah. Itu merupakan sebuah pilihan politik dan pilihan hukum sehingga tidak ada lagi pengalokasian kursi, 50% kursi di DPR untuk wilayah Jawa, maupun 50% untuk daerah di luar Jawa, sebagaimana UndangUndang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota Badan Permusyawaratan Rakyat. Jadi konsekuensi dari pilihan ini, maka penghitungan atau alokasi kursi DPR harus sesuai dengan jumlah penduduk di wilayah bersangkutan,” jelasnya. Selain itu, Veri menjelaskan untuk menutupi kelemahan dari keseimbangan ini, maka ada Dewan Perwakilan Daerah yang itu dibentuk justru untuk menguatkan atau menutup kelemahan serta kekurangan perwakilan di tingkat daerah di luar Jawa. Veri melanjutkan bahwa ia telah mencantumkan dan memasukkan beberapa argumentasi serta beberapa metode-metode penghitungan dan alokasi kursi DPR. “Kami menggunakan metode kuota murni dan divisor webster karena dua metode ini oleh ahli pemilu dianggap sebagai metode yang cukup proporsional, argumentasi dan cara penghitungan ada di poin 30,” urainya mewakili Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Perkumpulan Indonesia Parliamentary Center (IPC) sebagai Pemohon. Ia pun menjelaskan telah melakukan perbaikan pada argumentasi dalam poin 32, terkait metode yang menyebabkan over-represented dan under-represented. Selain itu, Veri juga melampirkan hasil hitung-hitungan yang dilakukan oleh Pemohon. “Misal untuk wilayah under-represented, ada Jawa Tengah, DIY, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau. Di situ disertai dengan angka penghitungan, harga setiap kursinya. Selain itu, kami juga melampirkan beberapa data dan dokumen hasil hitung-hitungan oleh Pemohon terkait dengan perbandingan alokasi kursi DPR RI, 560 secara proporsional, dengan ketentuan minimal tiga kursi setiap provinsi dengan metode kuota murni dan metode divisor, serta membandingkannya dengan lampiran UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012,” paparnya. Dalam sidang yang juga dihadiri oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Hamdan Zoelva, mengesahkan lima alat bukti yang diajukan oleh Pemohon. “Jadi, perbaikan Saudara sudah mengakomodir semua hal-hal yang disampaikan oleh Majelis Hakim terdahulu. Untuk itu, sidang ini dianggap cukup. Nanti sampai dengan Panel ini melaporkan kepada Pleno, Rapat Hakim untuk apakah permohonan Saudara ini akan dilanjutkan di Sidang Pleno atau tidak, nanti Saudara menunggu panggilan dari Mahkamah,” ujar Akil. Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan mekanisme pengalokasian kursi dan penetapan daerah pemilihan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif) bertentangan dengan UUD 1945 karena telah mengakibatkan ketidakpastian hukum. Lampiran UU Pemilu Legislatif tersebut dengan tegas telah melakukan penyimpangan atas prinsip kesetaraan. Lampiran UU Pemilu Legislatif tersebut merupakan lampiran yang ditetapkan tanpa menggunakan metode penghitungan dan penetapan yang jelas. Karena, lampiran tersebut merupakan lampiran yang sama seperti dalam Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif yang berlaku saat penyelenggaraan Pemilu 2009. Dia menambahkan, karena tidak menerapkan prinsip kesetaraan dalam penentuan pengalokasian kursi dan penetapan daerah pemilihan pada UU Pemilu Legislatif maka mengakibatkan beberapa provinsi mengalami overrepresentated sehingga ada jumlah kursi yang melebihi jumlah seharusnya dan beberapa provinsi malah underrepresented. Akibatnya, terjadi ketidaksetaraan harga kursi antar daerah pemilihan. (Lulu Anjarsari/mh)