Sebagai umat Islam, saat ini kita sedang merayakan hari yang besar bagi umat Islam di dunia, yakni hari raya kurban atau Idul Adha. Dengan hari besar tersebut, sebagai umat Islam dapat memetik manfaat untuk dapat memposisikan diri kembali secara tepat bagaimana hidup dan perjalanan hidup kita ke depan sebagai hamba Allah SWT yang bertakwa. Demikian yang disampaikan oleh Moh. Mahfud MD, yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi RI dalam ceramahnya pada hari raya Idul Adha 1433 H yang bertajuk Makna Simbolik Ibadah Qurban, di Masjid Raya Bintaro Sektor 9, Tangerang Selatan, Jumat (26/10).
Mahfud menjelaskan, ibadah haji dan kurban merupakan napak tilas perjuangan keluarga Nabi Ibrahim AS dalam upaya mencapai ketakwaannya. Sebagai umat Islam, tegas Mahfud, harus bisa meneladani seperti apa yang dilakukan Nabi Ibrahim AS dalam ketakwaannya kepada Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Nabi Ibrahim AS menyandang gelar sebagai khalilullah (kekasih Allah SWT) karena pencapaiannya dalam melakukan taqorrub atau pendekatan kepada Allah SWT. Hal tersebut yang harus di teladani bagi setiap manusia, karena beliau melakukan hal itu dengan mengorbankan apa yang dicintainya demi meraih ridho dari Allah SWT.
Mahfud mengimbau kepada jamaah salat Idul adha, bahwa berkurban yang dilakukan pada momentum Idul Adha ini bagi umat Islam sangat dianjurkan dengan hukum sunnah yang mendekati wajib. Demikian pentingnya, ibadah kurban ini merupakan sabda Nabi Muhammad SAW. Selain itu, Mahfud juga menerangkan makna simbolik kurban sebagai perjuangan dari makna harfiahnya yang bersifat generik. Kurban tersebut diartikan sebagai pendekatan atau mendekatkan. Dengan kata lain, jika setiap orang yang mau berkurban berarti orang tersebut ingin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT agar menjadi orang-orang yang benar bertakwa dan mencapai posisi yang mulia di sisi-Nya.
Di akhir ceramah, Mantan Menteri Pertahanan RI era Gus Dur ini mengingatkan, agar kita semua selalu belajar saling berbagi terhadap sesama. Di masa ini harus diakui, kondisi mutakhir kehidupan berbangsa dan bernegara semangat altruistik dan kebersamaan atau sifat kolektif nampaknya mulai memudar di tengah masyarakat. “Boleh jadi hal ini merupakan gejala adanya disorientasi masayarakat kita yang mulai terjebak pada gaya hidup hedonistik, yang serba mementingkan dirinya sendiri. Sehingga rasa percaya kepada orang lain menjadi barang langka. Yang lebih didahulukan adalah kepentingan-kepentingan sesaat yang mengakibatkan semangat untuk meraih keuntungan atau kebahagiaan sesaat itu tidak jarang dilakukan dengan cara yang tidak legal, sehingga menyuburkan praktik korupsi,” jelas Mahfud. (Hendy/hdy/mh)