Keraton Surakarta Gugat UU Provinsi Jateng
Senin, 22 Oktober 2012
| 16:24 WIB
PIHAK Keraton Surakarta memastikan akan mengajukan judicial review (uji materi) atas UU Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu akan dilayangkan pada November mendatang, dalam upaya untuk mendapatkan kembali status Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS) yang dibekukan pemerintahan Soekarno pada 1946.
“Saat ini kita sedang melakukan kajian hukum secara saksama atas berbagai peraturan perundangan dengan Prof Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum kami,” ungkap Ketua Lembaga Hukum Keraton Surakarta, KPH Edy Wirabhumi, kepada Media Indonesia di Surakarta, kemarin.
Menurutnya, dari telaahan hukum yang sudah dilakukan pihak keraton dengan Yusril, ada peluang untuk mendapatkan kembali status yang dibekukan itu. Karena pembekuan tersebut, Surakarta menjadi keresidenan dan bagian dari Provinsi Jawa Tengah. Hal itu dilakukan Bung Karno ketika situasi Kota Surakarta dinilai dalam keadaan darurat pada 1946.
Suami Koes Moertijah itu menegaskan dari runutan sejarah, jaminan UU No 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah, dan kajian UUD 1945 terutama Pasal 18--meskipun sudah diamendemen pada 1999 dan 2.000--serta aturan lain yang mendukung, pihak keraton optimistis bisa mengembalikan eksistensi Daerah Istimewa Surakarta.
“Ini bukan semangat untuk pemekaran atau mengejar takhta dan jabatan. Kalau upaya pemekaran, mungkin malah kita akan gagal seperti yang banyak terjadi di sejumlah daerah. Namun, semua ini demi menjaga NKRI agar tidak semakin keropos. Kami yakin akan berhasil memperjuangkannya di MK,” ujar Wirabhumi.
Lebih lanjut disebutkan, sebelum menuju judicial review atas UU 10 Tahun 1950, keraton sudah membentuk Badan Persiapan Pengembalian Status DIS yang telah melakukan berbagai kegiatan. Beberapa di antaranya ialah diskusi dengan berbagai eksponen dan elemen masyarakat, deklarasi DIS pada 2010 di Prambanan, Klaten, serta pembentukan koordinasi Pakasa (Paguyuban Kawula Keraton Surakarta) di enam kabupaten dan satu kota di eks Keresidenan Surakarta dan Ngawi.
Selain itu, mereka memberikan masukan kepada Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), bersuara di forum internasional, dan berjuang lewat DPR.