Pengujian Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali diuji di Mahkamah Konstitusi, Senin (15/10) siang. Kali ini, KUHAP dimohonkan untuk diuji oleh Boyamin dan Supriyadi selaku anggota Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Majelis Hakim Konstitusi yang memimpin persidangan ini adalah Hamdan Zoelva, didampingi Maria Farida Indrati dan Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai anggota.
Para Pemohon perkara No. 98/PUU-X/2012 ini memohonkan aturan mengenai praperadilan dalam Pasal 79 KUHAP yang menyebutkan, “Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.” Dan, Pasal 80 menyebutkan, “Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
Berlakunya pasal tersebut, kata Para Pemohon, telah merugikan hak-hak konstitusionalnya. Sebab, para Pemohon telah berkali-kali mengajukan praperadilan atas perkara-perkara korupsi sebagai pihak ketiga yang berkepentingan sebagaimana dituangkan dalam undang-undang. Namun, kata mereka, pengajuan tersebut tidak diterima dengan alasan bukan pihak ketiga yang berkepentingan.
Dilain pihak, kata Para Pemohon, hak gugatnya selaku pihak ketiga yang berkepentingan belum diatur dalam undang-undang, serta terdapat ketentuan yang membatasi ruang gerak Para Pemohon untuk turut serta melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi serta penegakan hukum. Oleh karena itu, kata Para Pemohon, yang menjadi batu uji dalam permohonan ini adalah Pasal 1 Ayat (3), Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Selanjutnya dalam petitumnya, para Pemohon memohonkan kepada Mahkamah supaya Pasal 80 UU dinyatakan konstitusional sepanjang dimaknai dengan, “...pihak ketiga yang berkepentingan…” adalah “setiap warga Negara, masyarakat luas yang diwakili LSM atau organisasi kemasyarakatan.”
Dalam permohonan ini, Majelis Hakim Konstitusi memberikan beberapa nasihat kepada permohonan Para Pemohon. Kata Hamdan, Para Pemohon harus menguraikan lebih rinci apa kerugian yang diderita oleh Pemohon dengan pasal yang diujikan. “Saudara perlu menguraikan sedikit lebih detail tentang legal standing (kedudukan hukum), dan kerugian konstitusionalnya akibat adanya pasal ini,” terang Hamdan.
“Jadi ada beberapa kreteria, apa yang dimaksud dengan kerugian konstitusional. Saudara bisa lihat dibeberapa putusan Mahkamah,” tambah doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Bandung ini.
Fadlil Sumadi juga memberikan nasihat kepada Para Pemohon. Menurutnya, permohonan Para Pemohon perlu diperbaiki lebih banyak lagi. Sebab dalam permohonan Para Pemohon, lanjutnya, tidak diuraikan secara jelas dan rinci apa yang diinginkan dengan diajukan UU tersebut. “Banyak hal yang perlu diperbaiki. (permohonan para Pemohon) kurang tajam,” ucapnya. (Shohibul Umam/mh)