Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M. Gaffar menyampaikan Keynote Speech dalam Pekan Konstitusi V, Senin (15/10) di Universitas Andalas (Unand), Padang. Pekan Konstitusi V kali ini mengangkat tema “Satu Dasawarsa Reformasi Konstitusi.” Selain sebagai keynote speaker dalam acara yang digelar kerja sama MK dengan Universitas Andalas ini, Janedjri juga didaulat memberikan Penataran Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.
Janedjri mengemukakan dalam materinya bahwa Negara dibentuk sebagai aktualisasi manusia yang ingin hidup tertib, aman, dan damai di bawah hukum tertentu guna menghindari kehidupan yang anarkis dan penuh ancaman. Untuk itulah, negara dibentuk guna mencapai tujuan hidup yang telah disepakati bersama.
Dalam perspektif teori Kontrak Sosial, kata Janedjri, baik yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes, John Locke, maupun J.J Rousseau, negara merupakan produk kontrak sosial, suatu kesepakatan bersama untuk menjaga dan menciptakan keselamatan bersama dalam naungan kekuasaan negara. “Kesepakatan bersama itulah yang kemudian dituangkan dalam Kontrak Sosial sebagai dokumen pendirian negara, yang pada era ketatanegaraan modern disebut sebagai konstitusi. Selain merupakan hukum dasar pertama pembentukan negara, di dalam konstitusi itu pula, tatanan aturan dasar penyelenggaraan negara dituangkan,” ujarnya. “Kesepakatan dan tujuan negara itu dituangkan dalam konstitusi yang dibuat oleh rakyat dan disahkan oleh lembaga negara yang berwenang.”
Sepuluh tahun yang lalu, jelas Janedjri, konstitusi hasil reformasi mulai dilaksanakan. Sekitar tahun 2009, disepakati oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan membuat lima kesepakatan dasar dalam melakukan perubahan atas Undang-Undang Dasar 1945. Pertama, tidak mengubah pembukaan undang-undang dasar. Kedua, tidak mengubah bentuk negara, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ketiga, mempertahankan sekaligus meneguhkan sistem presidensial. Keempat, hal-hal yang bersifat normatif di penjelasan, dipindahkan ke pasal-pasal dalam batang tubuh UUD. Dan kelima, perubahan UUD dilaksanakan dengan addendum. Hasil perubahan tersebut, ungkap Janedjri, menghasilkan beberapa rumusan baru. “71 butir ketentuan menjadi 199 butir ketentuan. 174 butir norma berubah sama sekali sehingga hanya 71 yang masih asli.”
Adapun perubahan konstitusi pasca reformasi, salah satuya adalah kedaulatan menjadi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, sehingga tidak ada lagi lembaga tertinggi negara tetapi yang ada adalah lembaga-lembaga negara. “Lembaga-lembaga negara yang diatur konstitusi saling melaksanakan fungsi-fungsi utama negara yaitu cabang kekuasaan negara yaitu fungsi eksekutif, fungsi legislatif, fungsi yudikatif, dan fungsi auditif,” papar Janedjri.
Di samping itu, perubahan konstitusi juga menhasilkan lembaga-lembaga baru dan merubah relasi hubungan antar lembaga negara. Lembaga negara tersebut, antara lain, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Dewan Perwakilan Daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat, diberikan kewenangan membentuk undang-undang dengan persetujuan bersama Presiden. “Hubungan antar lembaga saat ini adalah saling mengawasi dan saling mengimbangi. UUD RI menganut paham kedaulatan rakyat dan paham kedaulatan hukum sehingga menghasilkan sistem demokrasi dari rakyat untuk rakyat. Kelemahan dalam demokrasi disempurnakan dengan kedaulatan hukum,” tutur Janedjri. Dengan demikian demokrasi di Indonesia dilaksanakan berdasarkan pada kedaulatan rakyat yang dilandasi kedaulatan hukum.
Lebih lanjut Janedjri menjelaskan empat kewenganan dan satu kewajiban MK, yakni mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Sedangkan satu kewajiban, memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Acara ini pun dibuka oleh Rektor Unand, Padang, Werry Darta Taifur. Dalam sambutannya, ia menyatakan bahwa pelaksanaan kerja sama antara MK dengan Unand telah memasuki tahun ke-5. Peserta dalam Pekan Konstitusi kali ini berasal dari tiga provinsi, yakni Jambi, Riau, dan Sumatera Barat. Tujuan acara ini, sambung Werry, adalah dalam rangka untuk meningkatkan keterampilan, dan pengetahuan para peserta didik. Lomba yang digelar, diantaranya: Debat antar Sekolah Menengah Atas, lomba cerdas cermat Sekolah Menengah Atas, lomba pidato konstitusi, dan karya ilmiah konstitusi.
Tampak hadir pada kesempatan tersebut, Dekan Fakultas Hukum Unand Yuliandri, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) FH Unand Saldi Isra, para staf pengajar, serta seluruh peserta lomba dan pendamping. (Heru/Fitri)