Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Putaran II 2012 - Perkara No. 63/PHPU. D-X/2012 - berujung dengan ditolaknya permohonan Pemohon oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang pembacaan putusan yang berlangsung Kamis (11/10) siang, Mahkamah menilai bukti yang diajukan para pihak tidak cukup meyakinkan. Selain itu, terhadap bukti-bukti dan keterangan saksi lainnya yang menjelaskan kemungkinan terjadi pelanggaran bersifat administratif dan pidana, Mahkamah menilai hal demikian hanyalah dugaan-dugaan pelanggaran yang sifatnya sporadis semata.
Pemohon antara lain mendalilkan bahwa Termohon meluluskan Hamdan Sati selaku Pihak Terkait, dalam tes uji kemampuan baca Al-Quran, padahal Hamdan Sati tidak mampu membaca Al-Quran (terlampir bukti berupa Surat Pernyataan H. Awalauddin dan keterangan saksi H. Awalauddin dalam persidangan).
Guna membantah dalil Pemohon a quo, Termohon mengajukan saksi Drs. Umar Nafi, M.Pd (Ketua Dewan Hakim Tim Uji Mampu Membaca Al-Quran) yang pada pokoknya menyatakan, Hamdan Sati telah dinyatakan lulus dan mampu membaca Al-Quran berdasarkan penilaian yang telah terstandardisasi dengan mengacu pada penilaian tajwid, fashahah, dan adab (terlampir bukti berupa Surat Keputusan Komisi Pemilihan Independen Aceh mengenai Petunjuk Teknis Uji Mampu Membaca Al-Quran dan Surat Keputusan/Keterangan) mengenai hasil uji mampu membaca Al-Quran).
“Berdasarkan bukti yang telah diajukan oleh para pihak, Mahkamah tidak menemukan bukti yang cukup meyakinkan bahwa Hamdan Sati tidak memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah,” ujar Mahkamah.
Selanjutnya terhadap bukti-bukti dan keterangan saksi lainnya yang menjelaskan kemungkinan terjadinya pelanggaran yang bersifat administratif dan pidana, Mahkamah menilai, hal demikian hanyalah dugaan-dugaan pelanggaran yang sifatnya sporadis semata, tidak menunjukkan terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang mempengaruhi peringkat perolehan suara masing-masing pasangan calon, sehingga harus dinyatakan tidak beralasan hukum.
“Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, dalil-dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum,” kata Mahkamah.
Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon; Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo; Permohonan Pemohon diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan; Eksepsi Termohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum; Dalil-dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum untuk seluruhnya.
“Amar putusan mengadili, menyatakan dalam eksepsi: menolak eksepsi Termohon. Dalam pokok permohonan: menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Mahkamah yang diketuai Hakim Achmad Sodiki. (Nano Tresna Arfana)