Majelis Hakim Konstitusi akhirnya memutuskan untuk menolak seluruh permohonan Pemohon PHPU Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Cimahi 2012 – Perkara No. 61 dan No. 62/PHPU. D-X/2012 - pada Kamis (11/10) siang di Ruang Sidang MK. “Amar putusan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Achmad Sodiki yang didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Menanggapi Perkara No. 61, terhadap eksepsi Pihak Terkait tentang permohonan Pemohon salah objek (error in objecto), menurut Mahkamah objek permohonan Pemohon pada esensinya adalah keberatan terhadap Keputusan KPU Kota Cimahi No. 22/2012 tentang Penetapan Rekapitulasi HasilPenghitungan Perolehan Suara Sah Pasangan Calon Pemilihan Walikota danWakil Walikota Cimahi Tahun 2012 tanggal 13 September 2012.
“Terkait dengan eksepsi Pihak Terkait, hal tersebut merupakan kesalahan teknis penulisan yang tidak mempengaruhi esensi permohonan Pemohon, sehingga eksepsi a quo menurut Mahkamah adalah tidak tepat dan tidak beralasan menurut hukum,” ujar Mahkamah.
Terhadap dalil Pemohon bahwa Termohon dengan sengaja meloloskan calon Walikota dari Pasangan Nomor Urut 3 yaitu Hj. Atty Suharty, SE. menjadi Peserta Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Cimahi, padahal calon Walikota dari Pasangan Nomor Urut 3 tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sehat jasmani dan rohani sebagaimana disyaratkan UU Nomor 32/2004, Mahkamah berpendapat bahwa sesuai dengan Surat Keterangan No. 089/IDI-CMH/VII/2012 tertanggal 20 Juli 2012 yang menerangkan bahwa nama Hj. Atty Suharti, SE memenuhi syarat secara rohani dan jasmani sebagai Calon Walikota, sesuai bukti terlampir dan juncto Surat Perjanjian Kerjasama antara KPU Kota Cimahi dengan Ikatan Dokter Indonesia Cabang Kota Cimahi.
“Dengan demikian, dalil para Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum,” kata Mahkamah.
Menimbang bahwa sehubungan dengan adanya kader PKK yang menyarankan untuk memilih Pihak Terkait, menurut Mahkamah, jika pun benar dalil Pemohon tersebut terjadi, hal tersebut jelas tidak dapat dibenarkan menurut hukum dan harus diberikan sanksi bagi pelakunya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun terkait dengan pemilihan umum kepala daerah Kota Cimahi, tidak dapat dipastikan bahwa pemilih akan memberikan suaranya kepada PihakTerkait, Pemohon, atau pasangan calon yang lainnya.
Terlebih lagi Pemohon tidak dapat membuktikan dengan bukti yang meyakinkan Mahkamah, bahwa hal tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum.
Selanjutnya menanggapi Perkara No. 62, berdasarkan putusan-putusan MK, menurut Mahkamah, setelah memperhatikan bukti dan fakta yang terungkap di persidangan, jika pun ada pelanggaran, hal tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan merupakan pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif, karena hanya terjadi secara sporadis. Terlebih lagi sesuai bukti dan fakta di TPS perumahan Pemda yang merupakan perumahan pegawai negeri sipil yang mendapatkan suara terbanyak adalah pasangan calon no. urut 2. Menimbang adanya pelanggaran-pelanggaran lainnya, meskipun dalil Pemohon tersebut dilakukan Walikota Cimahi maupun aparat birokrasi seperti lurah dan camat dengan menggunakan acara-acara tertentu yang menghadirkan para Ketua RT, Ketua RW, para guru ataupun Kader PKK, untuk menyampaikan permintaan kepada peserta untuk mendukung pasangan calon no. urut 3 pada Pemilukada Kota Cimahi 2012, tetapi tindakan walikota tersebut tidak terbukti diikuti dengan tindakan-tindakan selanjutnya yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum. (Nano Tresna Arfana/mh)