Demokrasi yang diidealkan haruslah diletakkan dalam koridor hukum. Tanpa hukum, demokrasi justru dapat berkembang ke arah yang keliru. Karena, hukum dapat ditafsirkan secara sepihak oleh penguasa atas nama demokrasi.
Demikian hal itu diungkapkan oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar, saat memberikan kuliah singkat dihadapan sekitar 30 orang mahasiswa dari President University yang berkunjung pada Kamis (11/10), ke Gedung MK. “Karena itulah berkembang konsepsi mengenai demokrasi yang berdasarkan atas hukum (constitutional democracy), yang lazim dipakai dalam perbincangan mengenai konsep modern tentang “constitutional state” yang dianggap ideal masa sekarang,” tulis Akil dalam makalahnya yang berjudul Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia.
Dari situlah, kata Akil, muncul berbagai macam pemikiran terkait demokrasi dan konstitusi. Ada dua hal pokok yang menjadi syarat dan unsur penting bagi negara demokrasi. Pertama, konstitusi yang demokratis. Dan kedua, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
“Konstitusi disatu pihak menetukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai satu fungsi konstitusionalisme, tetapi di lain pihak, memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah. Juga berfungsi sebagai instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal kepada organ-organ kekuasaan negara,” ungkap Akil. “Artinya, konstitusi merupakan unsur pokok yang berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan.”
Selanjutnya, Akil juga menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya MK. Menurutnya, ada empat hal yang melatarbelakangi. Pertama, sebagai implikasi dari paham konstitusionalisme. Kedua, mekanisme check and balance atas separation of power. “Pelaksanaan prinsip check and balance diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi overlapping antar kewenangan yang ada. Dengan mendasarkan pada prinsip negara Hukum, maka sistem kontrol yang relevan adalah sistem kontrol yudisial,” ungkapnya.
Ketiga, penyelenggaraan negara bersih. Terakhir, perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). “Mahkamah Konstitusi merupakan kekuasaan yang dapat ditempatkan untuk melakukan kontrol terhadap akuntabilitas pejabat publik dalam melakukan tugas dan fungsinya, agar tetap berpijak pada moralitas dan kepentingan warga negara,” tegas Akil. (Dodi/mh)