Mahkamah berpendapat bahwa permohonan Pemohon perkara Nomor 64/PHPU.D-X/2012 secara formil tidak memenuhi syarat sengketa pemilihan kepala daerah yang menjadi kewenangan Mahkamah, karena belum menyangkut hasil pemilihan kepala daerah, sehingga permohonan Pemohon salah objek (error in objecto).
Demikian dikatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012 yang diajukan oleh Efendy Nurman dan Mohammad Jamil, masing-masing sebagai warga negara biasa, Rabu (10/10). “Objek permohonan Pemohon salah (error in objecto). Dalam Pokok Permohonan, Permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” terang Mahfud MD selaku Ketua Sidang sekaligus Ketua MK itu.
Sebelum menjatuhkan putusan, Mahkamah mempertimbangkan objek permohonan Pemohon. Menurut putusan ini, keberatan Pemohon adalah terkait Keputusan KPU Prov. Sulawesi Tenggara tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan Pemilihan. Maka, kata Mahkamah, objek permohonan Pemohon bukanlah objek sengketa PHPU yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi.
Walaupun Mahkamah pernah memeriksa Perkara Nomor 108/PHPU.D-IX/2011 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Aceh yang diajukan sebelum pemungutan suara dilaksanakan, sehingga terdapat kemiripan dengan permohonan Pemohon, yaitu objek permohonannya bukan mengenai penetapan hasil penghitungan suara.
Namun demikian, sambung Mahkamah, substansi permohonan dalam perkara Pemilukada Aceh adalah menyangkut konstitusionalitas kedudukan dan hubungan antara Pemerintahan Aceh, DPRA, dan KIP Aceh, serta hak politik rakyat Aceh dalam penyelenggaraan Pemilukada yang berkaitan langsung dengan hak konstitusionalitas warga negara untuk memilih dan dipilih serta pelaksanaan prinsip-prinsip konstitusionalitas dalam penyelenggaraan pemilihan umum.
Sementara permohonan a quo, kata Mahkamah, tidak berkaitan dengan sengketa kelembagaan dan hak-hak konstitusional rakyat sebagaimana dalam Perkara Nomor 108/PHPU.D-IX/2011, sehingga menurut Mahkamah, terdapat perbedaan objek antara kedua permohonan tersebut. “Dengan demikian permohonan Pemohon bukan merupakan wewenang Mahkamah Konstitusi untuk mengadilinya,” urai Mahkamah.
Lebih penting lagi, Mahkamah menambahkan, menurut Pasal 106 ayat (1) UU 32/2004 pihak yang dapat mengajukan permohonan PHPU adalah pasangan calon peserta Pemilukada, namun Pemohon tidak sebagai pasangan calon melainkan sebagai warga negara biasa. “Jadi, Pemohon juga tidak memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan ini,” ujar Mahkamah. (Shohibul Umam/mh)