Komisi Pemilihan Umum Kota Bengkulu 2012 dinilai pasangan calon No. Urut 8, Leni Haryati John Latif dan Sudoto di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), telah lalai atau membiarkan pelaksanaan Pemilukada tidak bebas, adil, jujur, transparan, serta penuh dengan praktik pelanggaran yang bersifat masif, terstruktur, terencana, sehingga menyebabkan mereka tidak masuk dalam putaran kedua Pemilukada Kota Bengkulu 2012.
Demikian salah satu pokok permohonan pasangan Leni Haryati-Sudoto selaku Pemohon dalam perselisihan hasil pemilihan umum Kota Bengkulu - perkara No. 71/PHPU.D-X/2012 - di MK, Rabu (10/10). Disebabkan, kata Pemohon, pasangan No. Urut 7 Ahmad Kanedi-Dani Hamdani (Pihak Terkait) yang masuk putaran kedua telah melakukan penyimpangan atau pelanggaran, salah satunya telah melibatkan lurah (kepala desa) dalam melakukan pelanggaran money politic (politik uang).
“Terbukti, tertangkapnya lurah di Kadang Limun Kec. Muara Bangkahulu atas nama Samsuri yang membawa rekap nama-nama warga yang akan mendapatkan uang dari No. Urut 7, sebanyak 187 amplop, (setiap amplop berisikan Rp. 100.000),” urai Pemohon.
Pemohon juga mendalilkan bahwa Termohon tidak menindaklanjuti surat dari Panwaslu, sehingga Termohon telah melanggar peraturan yang tertuang dalam UU No. 15/2011 ihwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Sementara itu, Termohon juga tidak mengindahkan keberatan dari Forum Kandidat Menggugat ihwal laporan pelanggaran Pemilukada Kota Bengkulu.
Termohon juga dinilai oleh Pemohon melakukan tindakan sepihak bahwa Ketua KPU Kota Bengkulu telah memerintahkan Staf KPU yang bernama ucok memotong dan merusak segel kotak suara dengan alasan mengambil C1 dengan kondisi tersegel. Padahal, kata Pemohon, tindakan tersebut tidak diberitahukan oleh masing-masing pasangan calon, dan Panwaslu Kota bengkulu.
Disamping itu, kata Pemohon, adanya mutasi pejabat-pejabat kelurahan, mulai dari lurah hingga ketua RT dibeberapa daerah, yang dianggap tidak bisa bekerjasama dengan Pihak Terkait selaku incumbent dalam memperoleh suara atau dukungan warga di wilayah tersebut.
Terlebih lagi, Pemohon melanjutkan, terjadi penggelembungan suara atau eksodus yang dilakukan oleh Pihak Terkait yang melibatkan aparatur dan fasilitas negara dalam pendataan Daftar Pemilihan Tetap (DPT). Menurut Pemohon, proses pembuatan DPT yang dikeluarkan oleh Dinas Dukcapil Kota Bengkulu tanpa meminta data dari RT setempat. “Sehingga data yang diterima oleh Dukcapil Kota Bengkul tidak sesuai dengan DPT dari RT,” terangnya.
Dikatakan Pemohon lagi, pembuatan DPT tersebut telah bersifat terencana, terstruktur, dan masif yang sangat mempengaruhi dan menguntungkan suara incumbent. “Banyak ditemukan DPT dalam satu RT yang bukan warga RT setempat (pemilih eksodus), dan tersebar di wilayah Kecamatan Kota Bengkulu,” ujar Pemohon.
Kemudian, program Bedah Rumah sebanyak 4000 unit, dinilai oleh Pemohon, telah dimanfaatkan oleh Pihak Terkait sebagai bahan kampanye. “Program yang dilakukan oleh pasangan incumbent tidak fair (adil),” tegasnya. Sebab, terang Pemohon, program tersebut merupakan yang dilakukan oleh pemerintahan pusat, namun disalahgunakan oleh incumbent sebagai ajang kampanye.
Dalam petitumnya, Pemohon memohonkan kepada Mahkamah untuk mendiskualifikasi pasangan incumbent untuk menjadi calon pasangan dalam putaran kedua, dan menetapkan Pemohon yang bisa masuk dalam putaran kedua Pemilukada Kota Bengkulu 2012. (Shohibul Umam/mh)