Bantahan atas tudingan Pemohon dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah Kota Singkawang mengalir dari mulut saksi yang dihadirkan oleh Pihak Terkait, Rabu (10/10) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang ini merupakan lanjutan dari sidang kemarin yang digelar hingga sore.
Memberikan kesaksian pada kesempatan tersebut, Enita, Syamsul Arifin, Syafari, dan Didi Suriyadi. Enita dan Syamsul Arifin, dalam keterangannya menyatakan, selama pelaksanaan Pemilukada Kota Singkawang tidak terdapat persoalan yang diungkapkan dalam permohonan ataupun oleh saksi yang dihadirkan Pemohon. Menurut Syamsul, tudingan tersebut tidak berdasar.
“Itu hanya asal tulis,” ungkapnya. “Semua saksi setuju tidak ada (persoalan) apa-apa.” Bahkan menurut Syamsul, seluruh warga yang hadir ke Tempat Pemungutan Suara menggunakan undangan memilih.
Sedangkan Enita, mengungkapkan, memang benar ada yang menggunakan KTP untuk memberikan suaranya, namun hal itu diperbolehkan selama pemilih tersebut tercantum namanya dalam Daftar Pemilih Tetap. “Ada pula yang ditolak, tapi karena tidak ada di DPT,” katanya.
Enita juga menerangkan, ada seorang anak kecil yang ingin mencoblos. Saat itu, anak kecil tersebut beralasan ingin mewakili kakaknya yang sedang berada di Jakarta saat hari pencoblosan. Namun akhirnya dia tidak bisa mencoblos, karena dilarang oleh panitia pemungutan suara.
Sementara itu, saksi Pemohon Tjhai Chui Mie, sempat mengungkapkan, telah terjadi intimidasi kepada etnis tertentu yang ada di Singkawang ketika Pemilukada berlangsung. Bahkan, kata dia, aparat yang ada di tempat kejadian tidak melakukan apa-apa atas kejadian tersebut. Menurutnya, saat itu, terdapat perlakuan kasar, atau setidaknya perkataan kasar yang diarahkan kepada etnis tertentu. (Dodi/mh)