Ketentuan tentang pendelegasian kewenangan Presiden kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan daerah untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dianggap telah merugikan hak konstitusional warga negara. Alasannya, karena telah mengakibatkan dualisme nilai hukum.
Demikian hal itu itu diungkapkan oleh Pemohon Prinsipal dalam perkara No. 91/PUU-X/2012 Ricky Elviandi Afrizal kepada Panel Hakim Konstitusi yang terdiri dari Hakim Konstitusi Muhammad Alim (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi, dan Maria Farida Indrati. “Oleh (karena) terjadi dualisme tadi, berarti ada nilai hukum yang dapat meragukan,” ungkap Ricky.
Menurut Ricky, dirinya telah memiliki hak dan kewenangan yang dirugikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28H ayat (2), serta Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. “Khususnya Pasal 28I ayat (1) ini yaitu, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak ditentukan secara hukum yang berlaku surut adalah asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam apa pun,” paparnya.
Setelah mendengarkan penjelasan tersebut, Panel pun kemudian mengesahkan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon. Alim mengingatkan, jika sidang dilanjutkan, Pemohon masih berhak untuk mengajukan bukti-bukti tambahan, termasuk menghadirkan ahli ataupun saksi.
Dalam perkara ini, Pemohon menguji Pasal 25 ayat (2) UU No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal ini berbunyi, “Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.” (Dodi/mh)