JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM- Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus perkara uji materi Undang-undang (UU) No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara pada Rabu (10/10/2012) ini. Undang-undang tersebut dinilai oleh para pemohon uji materi bermasalah dalam hal mengancam kebebasan hak-hak sipil, perlindungan HAM, dan kebebasan pers.
"Besok (hari ini) Mahkamah akan putuskan uji materi UU Intelijen," ujar juru bicara Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar saat berbicang di gedung MK, Jakarta, Selasa (9/10/2012).
Uji materi UU intelijen didaftarkan oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) dan warga negara yang mengaku sebagai korban operasi intelijen negara di masa Orde Baru (Orba) pada 5 Januari 2012 silam. UU tersebut disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak oktober 2011.
Para pemohon uji materi UU Intelijen adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Elsam, Imparsial, Setara Institute, YLBHI dan sejumlah warga negara yang berjumlah 18 orang. Para pemohon menguji 16 pasal dalam UU Intelijen.
Norma yang diuji yaitu Pasal 1 ayat (4), (6), (8), Pasal 6 ayat (3), Pasal 22 ayat (1), Pasal 25 ayat (2), (4), Pasal 26, Pasal 29 huruf d, Pasal 31, Pasal 34, penjelasan Pasal 32 ayat (1), Pasal 36, Pasal 44, dan Pasal 45. Beberapa pasal yang diuji materi antara lain Pasal 1 Ayat (4) dan (8), Pasal 4, dan Pasal 6 Ayat (3) karena dinilai bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Ketentuan dalam UU Intelijen Negara dinilai melahirkan definisi karet mengenai ancaman, keamanan, kepentingan nasional, dan pihak lawan. Sebab itu, aturan ini menurut para pemohon mudah disalahgunakan penyelenggara intelijen negara ataupun kepentingan kekuasaan untuk melakukan tindakan represif terhadap warga negara ataupun kelompok yang tidak sejalan dengan kepentingan penguasa.
Pasal lainnya yaitu Pasal 22 Ayat (1) melahirkan dualisme komando personel intelijen ketika harus dilakukan proses hukum yang sifatnya pertanggungjawaban pidana bagi personel intelijen yang dianggap melanggar hukum dan HAM. Mereka menilai pasal-pasal itu mengancam kebebasan hak-hak sipil, perlindungan HAM, dan kebebasan pers.
Sejumlah pasal itu, materinya tak sejalan dengan HAM dan konstitusi yang potensial merugikan hak-hak konstitusional warga negara. Para pemohon meminta agar pasal-pasal itu dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945.