Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, banyak orang diIndonesiayang galau dengan dunia hukum. Karena ada beberapa gejala yang sangat merisaukan, misalnya untuk batas-batas tertentu, hukum sangat sulit ditegakkan.
“Hukum di Indonesia diselenggarakan tanpa sukma yang harus melekat, tanpa keadilan. Menurut saya, hukum diIndonesiasaat ini tumpul ke atas dan tumpul ke bawah. Ke atas itu tidak tajam, karena yang di atas menikmati kenyamanan penegakan hukum bukan berdasarkan keadilan. Tapi berdasarkan kekuatan uang dan lobi. Ke bawah juga tidak tajam karena menghukum orang yang seharusnya tidak dihukum,” ungkap Mahfud saat memberi ‘ceramah kunci’ dalam Konferensi dan Dialog Nasional “Negara Hukum Indonesia Kemana Akan Melangkah?” pada Selasa (9/10) di Hotel Bidakara,Jakarta.
Topik “Negara HukumIndonesiaKemana Akan Melangkah?” - menurut Mahfud - menyangkut dua aspek besar. Pertama, aspek paradigmatif, konseptual, filosofi dan sistem dari negara hukumIndonesia. Kedua, aspek implementatif. Dua aspek inilah yang akan memudahkan persoalan dalam menegakkan supremasi hukum.
Mahfud melanjutkan, sejak awal bangsa kita sudah memilihIndonesiasebagai negara hukum. Para pendiri negara - BPUPK - sepakat membangunIndonesiasebagai negara hukum, bukan sebagai negara kekuasaan.
“Oleh sebab itu bangsa kita menentukan adanya konstitusi, sehingga negara kita disebut sebagai negara demokrasi konstitusional atau negara konstitusional yang demokratis. Dengan pengertian, negara konstitusional artinya negara hukum. Sedangkan konstitusi adalah induk dari hukum,” urai Mahfud.
Keadilan Telah Hilang
Mahfud mengatakan, saat ini supra hukum yang berupa keadilan itu telah lama hilang, menjadi persoalan dalam penegakan hukum. Hal ini yang menyebabkan bangsaIndonesiapernah melakukan penegasan-penegasan yang lebih komplet, lebih rinci tentang negara hukum, dengan melakukan amandemen UUD 1945.
“Ketidakadilan itu masuk dari UUD 1945 sebelum diamandemen, ketidakadilan dan otoriterisme itu masuk dari peluang-peluang UUD 1945, konsep negara hukum kita tidak jelas pada waktu. Hingga akhirnya bangsaIndonesiamelakukan amandemen UUD 1945,” ucap Mahfud kepada para peserta konferensi, antara lain para tokoh hukum, akademisi hukum maupun praktisi hukum.
Walhasil sejak 1999 secara tegas bangsa kita memandang substansi negara hukum dalam dua hal, yang selalu menjadi isi utama dari setiap konstitusi. Pertama, negara hukum harus memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Itulah sebabnya, amandemen pertama UUD 1945 memasukkan seluruh instrumen hak asasi manusia. Sehingga sekarang, semua mengenai hak asasi manusia ada dalam UUD 1945. “Karena kalau ingin membangun negara hukum, hak asasi harus tegas dilindungi oleh konstitusi,” imbuh Mahfud.
Mahfud menambahkan, agar tidak terjadi abuse of power atau kesewenang-wenangan, maka dalam amandemen UUD 1945 diatur sistem pemerintahan negara yang seimbang, tidak ada satu institusi negara yang lebih kuat dari institusi lainnya. Maka muncullah mekanisme checks and balances.
“Sehingga sekarang Indonesiatidak punya lembaga tertinggi negara, tapi memiliki lembaga-lembaga negara yang mewakili aspirasi rakyat menjadi pilar-pilar kekuasaan seimbang. Ada MPR, DPR, DPD, Presiden, MK, MA, BPK, KY, yang memiliki fungsinya masing-masing dan dalam posisi yang sekarang tidak ada yang lebih tinggi. Maksudnya, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dan untuk melindungi hak asasi,” tandas Mahfud. (Nano Tresna Arfana/mh)