Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD kembali menerima Courtesy Call (kunjungan kehormatan) duta besar dari sejumlah negara di dunia. Kali ini, Mahfud MD didampingi Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar menerima kunjungan Duta Besar Jerman untuk Indonesia Georg Witschel, pada Selasa (9/10) di Ruang Delegasi MK.
Mengawali pertemuan itu, Mahfud mengucapkan terima kasih dan rasa hormat atas kunjungan kehormatan yang diberikan kepada MK RI. Dan dia juga mengucapkan selamat datang di Indonesia sebagai duta besar baru untuk Indonesia. “Mudah-mudahan bisa melakukan tugas dengan baik, dan mempererat hubungan persahabatan antara Indonesia dan Jerman,” ucap Mahfud.
Menanggapi hal demkian, Witschel mengucapkan terima kasih dan sangat senang MK RI bisa menerima kunjungan yang dia lakukan tersebut. Kemudian, Mahfud memberikan informasi terkait dengan berdirinya MK Indonesia. Sebelum MK RI dibentuk, katanya, Indonesia belajar ke sejumlah negara di dunia, salah satunya negara Jerman. “Hal itu dijadikan dasar untuk membentuk MK Indonesia,” terangnya.
Lebih lanjut, Mahfud juga menguraikan hubungan kerja sama antara MK RI dengan MK Jerman. Hubungan tersebut sudah sangat terjalin dengan baik, kata Mahfud, sebab salah satunya MK Indonesia sering mengundang hakim konstitusi Jerman untuk memberi kuliah umum di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
Selanjutnya, Witschel memulai bertanya terkait dengan beracara di MK RI. menurut Witschel, apakah perseorangan atau warga negara bisa mengajukan gugatan di MK. Menanggapi hal demikian, Mahfud menjelaskan bahwa apabila ingin berperkara di MK bisa dilakukan perorangan atau warga negara. “Disini bisa langsung (perorangan), bahkan lebih dari 90 % perkara diajukan oleh perseorangan,” jelas Ketua MK.
Kemudian, Mahfud juga secara gamblang menjelaskan kewenangan dan kewajiban yang dimiliki oleh MK-RI. Salah satunya, kata Mahfud, MK-RI berwenang memutus pembubaran partai politik. Namun, kewenangan ini hanya boleh diajukan oleh pemerintah, sehingga anggota partai tidak boleh mengajukan pembubaran partainya.
“Mungkin saya kira akan sangat beresiko kalau antara partai boleh mengajukan gugatan ke partainya,” jelas Mahfud. “Bisa habis partai politik Indonesia. Sehingga khusus pembubaran partai yang hanya boleh menggugat adalah pemerintah,” tambahnya.
Duta besar baru tersebut juga menanyakan terkait dengan HAM yang terkandung dalam UUD di Indonesia. Menurut Mahfud terkait pertanyaan tersebut, UUD 1945 sudah mengadopsi hampir semua instrumen HAM yang telah dibuat PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). “Sejak 1999-2002 kami telah membuat konstitusi baru, dan tahun 2003 kami membentuk Mahkamah Konstitusi untuk memberi perlindungan maksimal terhadap hak asasi itu,” ujarnya.
“Kami mayoritas beragama Islam, tetapi konstitusi memberi perlindungan yang sama bagi semua pemeluk agama tanpa berbicara mayoritas dan minoritas,” tegas Ketua MK ini. (Shohibul Umam/mh)