Metrotvnews.com, Jakarta: Putusan pengadilan dalam peninjauan kembali (PK) membatalkan hukuman mati terhadap pemilik pabrik ekstasi Hanky Gunawan yang ditangkap pada 23 Mei 2006, bisa diuji di Mahkamah Konstitusi. Hangky sebelumnya didakwa memproduksi dan mengedarkan ekstasi dalam jumlah besar.
"Bagaimanapun putusan hakim tidak boleh diteror. Namun hal ini pintu masuk untuk menguji putusan Mahkamah Agung (MA) itu di Mahkamah Konstitusi (MK)," kata pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin, di Jakarta, Senin (8/10).
Secara teoritik, kata Irman, MK bisa menguji putusan inkracht dari MA yang dinilai bertentangan dengan konstitusi. Namun, Irman berpendapat bahwa hukuman mati hanya bentuk kemalasan negara dalam membina warga.
"Jadi, jalan pintasnya matiin saja. Itu metode yang digunakan masyarakat pranegara, siapa yang menumpahkan darah, darahnya pun harus ditumpahkan," kata Irman.
Sekali pun kejahatan yang paling keji, paradigma untuk mendapatkan efek jera dari sebuah hukuman tidak boleh dengan darah.
"Paradigma hukuman bukan lagi darah dibalas darah agar jera," kata Irman.
Hanky Gunawan divonis hukuman 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Surabaya memperberat hukuman Hanky menjadi 18 tahun penjara, dan bahkan dimaksimalkan menjadi hukuman mati di tingkat kasasi.
Namun, dalam sidang PK kasusnya, majelis hakim yang diketuai Imron Anwari dan beranggotakan Achmad Yamanie dan Nyak Phaitu, justru menganulir dan mengubah hukuman mati Hanky menjadi hanya 15 tahun penjara.
Putusan PK atas kasus Hanky diambil majelis hakim atas dalil bahwa hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28 ayat 1 UUD 1945 tentang Hak Hidup dan melanggar Pasal 4 UU Nomor 39/1999 tentang HAM.