Permohonan lima kepala daerah dari provinsi berbeda ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/10) di Ruang Sidang Pleno MK. Dalam putusannya No. 44/PUU-IX/2011, Mahkamah menyatakan pokok permohonan para Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan hukum. “Menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Moh. Mahfud MD saat membacakan putusan tersebut.
Lima kepala daerah tersebut adalah Bupati Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat Barat, Zulkifli Muhadli; Wakil Bupati Mimika, Provinsi Papua, Abdul Muis; Bupati Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, Willy M. Yoseph; Bupati Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, Hein Namotemo; Bupati Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, Anwar Hafid.
Mereka mengujikan terkait dimasukkannya pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi dalam dana bagi hasil dan tidak memasukkan wajib pajak badan dalam dana bagi hasil. Menurut mereka yang menjadi Pemohon dalam perkara ini frasa “orang pribadi” bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945. Pasal-pasal yang diujikan terhadap UUD 1945 adalah Pasal 160 ayat (2) huruf c UU Pemda: “Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri.” Pasal 11 ayat (2) huruf c UU 33/2004: “Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.” Selain itu juga Pasal 31C ayat (1) UU 36/2008: “Penerimaan negara dari Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja dibagi dengan imbangan 80% untuk Pemerintah Pusat dan 20% untuk Pemerintah Daerah tempat Wajib Pajak terdaftar”.
Aturan PPh Sudah Tepat
Sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan yang tercantum dalam putusannya, Mahkamah berpendapat bahwa dimasukkannya atau tidak dimasukkannya pajak badan atau hanya memasukkan pajak penghasilan orang pribadi dalam dana bagi hasil kepada Pemerintah Daerah, merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) pembentuk undang-undang yang sangat tergantung pada kebutuhan sesuai dengan dinamika perkembangan pembagian urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Tidak masuknya pajak badan dalam dana bagi hasil adalah sudah tepat, mengingat hal tersebut dilakukan dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum oleh negara sebagai amanat dari UUD 1945,” tutur putusan Mahkamah.
Disamping itu, Mahkamah dalam putusannya juga tidak menafikan adanya penurunan kualitas lingkungan sosial dan penurunan kualitas lingkungan hidup akibat kegiatan pertambangan. Akan tetapi, kata Mahkamah, tidak terdapat hubungan sebab akibat antara ketidakmampuan para Pemohon dalam menanggulangi dampak langsung dan tidak langsung kegiatan pertambangan berupa penurunan kualitas lingkungan sosial dan penurunan kualitas lingkungan hidup dengan tidak dibagikannya PPh badan.
“Karena untuk kegiatan pencegahan dampak penurunan kualitas lingkungan sosial dan penurunan kualitas lingkungan hidup sebagai akibat kegiatan perusahaan dapat dilakukan dengan ketentuan perundang-undangan lain yang mewajibkan perusahaan mengalokasikan anggaran untuk mengatasi dampak kerusakan lingkungan sebagai akibat kegiatan pertambangan,” kata Mahkamah.
Sesuai dengan UU No. 40/2007 tentang perseroan Terbatas, menurut Mahkamah, pemerintah daerah dengan kekuasaan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan juga dapat menekan para pemilik perusahaan/pemilik modal untuk memperbaiki penurunan kualitas lingkungan sosial dan penurunan kualitas lingkungan hidup sebagai akibat kegiatan perusahaan. (Shohibul Umam/mh)