BALIKPAPAN-Keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemeriksaan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak perlu izin presiden, tentunya menjadi pukulan telak bagi para pejabat publik yang melakukan tindak pidana korupsi. “Banyak yang senang keluarnya putusan MK. Penegak hukum, baik polisi, kejaksaan dan KPK tidak perlu meminta izin Presiden untuk melakukan pemeriksaan terhadap pejabat publik/kepala daerah yang terindikasi korupsi.
Tetapi pejabat yang bermasalah tentu saja tidak senang dengan putusan tersebut,” ujar praktisi hukum kawakan Kaltim, Hilman Samsi SH kepada Balikpapan Pos, siang kemarin. Dengan putusan MK, lanjut Hilman, pejabat yang bermasalah tak bisa berlindung lagi di balik izin dari Presiden. “Para pengacara yang membela pejabat pelaku korupi, selalu berlindung di balik surat izin Presiden.
Mereka berupaya agar izin presiden lambat keluar, bahkan kalau bisa tidak keluar izin tersebut,” imbuh advokat yang merangkap Dosen ini. Menurut Hilman lagi, banyak sisi negatinya pemeriksaan pejabat publik atau kepala daerah melalui izin Presiden. Sebab, proses keluarnya surat izin Presiden melalui proses yang cukup rumit dan memakan waktu lama. “Nah, hal inilah yang merupakan celah untuk pejabat pelaku korupsi. Selama rentang waktu izin presiden belum keluar, mereka bisa melakukan manuver hukum seperti memanipulasi data, bahkan menghilangkan barang bukti.
Karena itulah, saya sependapat dengan LSM Formak, sangat setuju keluarnya putusan MK tentang pemeriksaan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak perlu izin presiden,” tegas Hilman. Dia juga meminta agar penegak hukum yang menangani kasus-kasus korupsi, termasuk di Kaltim, segera memeriksa kepala daerah dan pejabat publik lainnya yang terindikasi melakukan kejahatan korupsi. Hilman mengutip gambar peta wilayah Indonesia yang merupakan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Tercatat bahwa Provinsi DKI Jakarta berada di posisi pertama sebagai daerah yang dilaporkan adanya dugaan korupsi yaitu sebanyak 46,7 persen. Diikuti Jawa Barat 6 persen, Kalimantan Timur 5,7 persen, Jawa Timur 5,2 persen, Jambi 4,1 persen, Sumatera Utara 4 persen, Jawa Tengah 3,5 persen, dan Aceh Darussalam dan Kalimantan Selatan 2,1 persen.
Sementara daerah yang paling kecil laporan tindakan korupsi adalah Kepulauan Bangka Belitung 0,1 persen, Sulawesi Barat 0,3 persen, Sulawesi Tengah 0,4 persen, Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat 0,5 persen, Kalimantan Tengah 0,6 persen, Sumatera Barat dan Bali 0,7 persen, Nusa Tenggaran Timur dan Bengkulu 0,8 persen dan Sulawesi Utara 0,9 persen. “Kaltim termasuk daerah rawan korupsi, para penegak hukum harus tegas menangani semua korupsi di Kaltim,” pungkasnya.