Sidang Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi, Senin (1/10) di ruang sidang MK. Dalam persidangan tersebut, para pihak, baik Pemohon maupun Termohon, masing-masing menghadirkan lima orang saksi. Jadi total, sepuluh saksi telah didengarkan kesaksiannya oleh Panel Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar.
Beberapa fakta dan tudingan dilontarkan oleh para saksi Pemohon. Menurut salah satu saksi Pemohon, Budi Santoso, menerangkan, telah terjadi intimidasi terhadap dirinya dengan cara membakar rumah. Meski rumahnya tak ludes terbakar, namun bagian pintu dan beberapa perabot yang berada di dekat pintu habis terbakar. “Pintu rumah saya terbakar. Kemudian api menjalar sampai ke dalam,” ungkapnya.
Akan tetapi, dia mengakui, tidak tahu siapa pelaku dari pembakaran tersebut. Dirinya hanya berkeyakinan bahwa hal itu ada kaitannya dengan proses Pemilukada yang sedang berlangsung. Atas kejadian tersebut, dirinya juga telah melapor kepada pihak yang berwajib. “Sudah lapor ke Kasat Intel Kapolres Aceh Tamiang, dan kemudian Kapolsek Karang Baru,” ujarnya.
Namun sayangnya, menurut dia, laporannya tersebut tidak ditangani sebagaimana mestinya. “Tiga kali mendatangi Polsek Karang Baru, tapi tidak ada tanggapan,” imbuhnya.
Selain Budi, intimidasi juga dirasakan oleh Awaluddin. Menurut Awaluddin, dirinya telah diintimidasi melalui sms. Isi sms itu, intinya ancaman bahwa dirinya akan dihabisi jika pasangan calon yang diusung oleh Partai Aceh menang.
Hafrizal, saksi lainnya juga merasakan suasana intimidasi dari aparat terhadap warga. Dia mengungkapkan, aparat Brimob masuk berbondong-bondong ke wilayah Kuala Simpang. Kedatangan rombongan Brimob tersebut, mengakibatkan suasana menjadi mencekam. “Seperti mau perang,” tuturnya. Ditambah lagi dengan ditutupnya akses masuk ke desa-desa menjelang hari pencoblosan. Padahal, menurut dia, sebenarnya tidak terjadi apa-apa.
Disamping itu, Budi juga menerangkan bahwa selama kampanye, telah terjadi black campaign terhadap pasangan Pemohon. Isu yang diangkat, kata dia, adalah terkait ijazah palsu. Pihaknya juga telah melapor ke Panitia Pengawas Pemilukada, namun juga tidak mendapatkan kepastian.
Lain lagi kesaksian Meidy Dharma. Meidy mengungkapkan, istrinya telah kehilangan hak suara dikarenakan tidak mendapat undangan dan saat akan menggunakan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga sebagai syarat administratif untuk menggunakan hak pilih, malah dipersulit oleh panitia. Kata dia, panitia bersikeras hanya menerima foto copy identitas istrinya. Padahal, saat itu semua toko sedang tutup.
Ia pun menengarai, hal itu terjadi karena istrinya mendukung pasangan calon yang diusung oleh Partai Aceh. Bahkan, ia menyatakan, sekitar 600 pemilih bernasib sama sebagaimana yang dialami istrinya.
Setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi Pemohon, Panel Hakim pun kemudian memeriksa para saksi yang dihadirkan Termohon. Dalam kesaksiannya, saksi Termohon menjelaskan bahwa dalil saksi Pemohon adalah keliru.
Hadir Kapolres Aceh Tamiang Armia Fahmi memberikan kesaksian. Menurutnya, apa yang terjadi di wilayah Aceh Tamiang sebelum maupun ketika hari pencoblosan, di mana banyak aparat berpatroli dan berjaga-jaga, adalah strategi operasi yang telah disepakati untuk dilakasanakan. Sebab, menurut Armia, wilayah Aceh Tamiang sangatlah plural. Sehingga, kemungkinan terjadinya kericuhan atau konflik massa sangat berpotensi besar. Oleh karena itulah pihaknya menurunkan personil cukup banyak demi menjaga suasana Pemilukada tetap kondusif. “Itu merupakan pola pengamanan yang kami lakukan agar tidak terjadi chaos,” tegasnya.
Armia menjelaskan, pihaknya telah menerapkan dua pola pengamanan selama Pemilukada di Aceh Tamiang. Yakni Pola Rawan 1 dan Pola Rawan 2. “Untuk Pola Rawan 1: 2 Polri, 1 TPS, 4 Linmas. Sedangkan Rawan 2: 2 Polri, 1 TPS, 2 Linmas,” paparnya.
Pada prinsipnya, kata Armia, apa yang dilakukan aparat saat itu adalah dalam rangka pencegahan dan pengamanan Pemilukada. “Saya tidak ingin seperti pemadam kebakaran. Yang kalau pas ada kebakaran baru repot.”
Adapun Dandim M. Hasan, yang juga bertindak sebagai saksi Termohon, membenarkan keterangan tersebut. Menurutnya, pihaknya memang menurunkan beberapa personil untuk membantu aparat kepolisian dalam mengamankan jalannya Pemilukada. “Sejumlah 154 orang,” katanya memberitahukan jumlah personil yang diturunkan pada saat itu.
Refy Yoes Rizal, saksi Termohon, yang juga Ketua Panitia Pemungutan Suara, menjelaskan, bahwa hal tersebut tidak benar. Menurutnya, pihaknya telah memberikan hak suara kepada para pemilih yang tidak memiliki kartu undnagan untuk mencoblos. “Mereka diberikan hak pilih,” ujar Refy. Sebelumnya, ia dituding telah melakukan kecurangan soal hak suara pemilih. (Dodi/mh)