INILAH.COM, Jakarta - Partai Amanat Nasional (PAN ) ternyata tidak sepakat jika UU Pilpres digunakan untuk menjegal salah seorang capres. PAN mendukung pemilihan presiden yang demokratis.
Sejauh ini PAN sudah memberi sinyal konstruktif bagi Prabowo dengan menegaskan Hatta Radjasa membuka kemungkinan untuk berduet dengan Prabowo. Bagi PAN, tidak boleh ada penjegalan bakal calon presiden, dengan memasukkan ke pasal-pasal di UU Pilpres.
Ketua DPP PAN, Viva Yoga Mulyadi mengakui pencapresan Prabowo memang bisa terganjal UU Pilpres yang mengatur presidential threshold (PT) sebesar 20 persen. Prabowo menghadapi kesulitan untuk meraih suara pemilu legislatif guna memenuhi persyaratan PT sebesar 20 persen itu.
Apalagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan sulit untuk bisa mendukung Ketua Dewan Pembina Parta Gerindra itu untuk menjadi calon presiden (capres) 2014.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDIP Ahmad Basarah mengatakan, persoalan HAM terkait Prabowo memang masih menjadi kendala. Apalagi, menurutnya, PDIP lahir dan besar di tengah-tengah tekanan rezim dan militer Orde Baru.
Benarkah PDIP emoh berkoalisi dengan Gerindra? Bisa jadi demikian, bisa juga tidak. Tergantung kepentingan kedua pihak.
Terkait hal ini, jika revisi UU Pilpres hanya berkaitan dengan materi Presidential Threshold, maka Fraksi PAN berniat mengusulkan agar UU Pilpres tidak usah direvisi, yakni tetap seperti pilpres 2009, bahwa PT adalah 15% suara nasional atau 20% kursi DPR.
Angka tersebut sejatinya sudah menghadang parpol menengah dan kecil untuk menjagokan jagonya pada pilpres 2014. Namun demikian, masih ada peluang untuk mengoreksi persyaratan PT yang memberatkan ini.
Dengan kesulitan berlapis-lapis itu, maka solusinya adalah Gerindra dan Prabowo lebih baik menunggu hasil yudicial review yang akan dijaukan mantan menko ekuin Rizal Ramli ke Mahkamah Konstitusi.
Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP), Dr Rizal Ramli menilai persyaratan dari UU Pilpres 2009 sebesar 20% tersebut terlalu tinggi, sehingga di atas kertas hanya 3 partai besar saja yang bisa mengajukan capres, yaitu Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar.
Sebaiknya aturan itu dikembalikan pada aturan pilpres 2004 dengan ambang batas 3,5 persen atau maksimal 5 persen, yang memungkinkan banyak calon presiden tampil. Rizal Ramli kini menyiapkan langkah untuk melakukan judicial review ke MK untuk menjebol oligarki parpol gajah terkait syarat PT sebesar 20 % itu.
“Untuk itu, kami akan menunjuk sejumlah pengacara senior dan ternama yaitu Dr Adnan Buyung Nasution, Prof Lia Marzuki, DR Todung Mulya Lubis, Prof Jimly Asshidiqqie dan Taufiq Besari LLM untuk mewakili kami, meminta MK (Mahkamah Konstitusi) melakukan judicial review menurunkan syarat untuk menjadi capres,” kata Rizal Ramli.
Jika pengajuan judicial review ini dikabulkan MK, akan memberi peluang bagi capres alternatif. Dan itu langkah bersejarah. Sebab para capres alternatif tidak akan terhambat lagi persyaratan presidential threshold yang tinggi.