Jurnas.com | KEBERADAAN petani pemulia benih merasa kurang mendapat perhatian dari negara. Mereka yang berjasa menemukan benih-benih tanaman baru justru mendapat perlakuan tidak adil dengan berbagai tindakan diskriminatif.
Menyadari keadaan tersebut, sekelompok petani pemulia benih mencari dan memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK)untuk membatalkan sejumlah pasal yang dijadikan dasar yang mengkriminalisasikan mereka.
Pasal-pasal tersebut yakni Pasal 5, 6, 9, 12 serta 60 Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (SBT). "Salah satu faktor yang menentukan adalah benih. Semula, benih diadakan sendiri oleh petani. Mereka punya koleksi benih di setiap lokal. Tapi, gara-gara UU ini, semua harus memperoleh izin," kata salah seorang pemohon dari Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Aditiajaya, sebelum mendaftarkan permohonan uji materiil atas UU tersebut ke MK, Jakarta, Kamis (27/9).
Karenanya, Adit, menuturkan bahwa keberadaan pasal ini lantas memangkas hak petani untuk turut serta dalam upaya pengembangan budidaya tanaman. Dengan pasal ini pula, banyak petani yang memiliki niat baik justru malah mendapat sanksi pidana. "Penerapan UU SBT berpotensi menghalangi akses masyarakat, khususnya petani, untuk memenuhi hak atas pangan," kata Adit.
Salah seorang petani pemulia benih asal Gampengrejo, Kediri, Kuncoro, mengaku pernah merasakan tinggal dalam penjara karena dijerat UU SBT. "Saya dipenjara selama 7 bulan karena menemukan benih jagung varietas baru. Yang memenjarakan saya adalah PT BISI," katanya.
Padahal, kata Kuncoro, benih temuannya sama sekali tidak memiliki kesamaan dengan benih yang diproduksi PT BISI. "Dari bentuk fisiknya, kualitasnya, semua berbeda," ujarnya.
Para pemohon yang mengajukan untuk dibatalkan pasal-pasal tersebut di atas datang dari beberapa asosiasi petani, antara lain FIELD, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Aliansi Petani Indonesia (API), Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHT), Bina Desa, Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Serikat Petani Indonesia, Sawit Watvh, dan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA).