Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumar Nayar melakukan courtesy call dengan Ketua MK Moh. Mahfud MD pada Rabu (26/9) di Ruang Delegasi MK. Mahfud dalam kesempatan itu didampingi oleh Sekretaris Jenderal Janedjri M. Gaffar dengan didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol MK Budi Achmad Johari.
Dalam kesempatan tersebut, Mahfud dan Anil berdiskusi mengenai MK RI dan perkembangan yang terjadi di Indonesia. Mahfud menjelaskan berbeda halnya dengan Singapura, Indonesia memiliki dua lembaga peradilan, yakni Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Akan tetapi, lanjut Mahfud, keduanya memiliki fungsi dan peran yang berbeda. “MK RI adalah lembaga peradilan di bidang hukum tata negara dan politik. MK RI memiliki kewenangan untuk membatalkan undang-undang hingga membubarkan parpol. MK RI sendiri baru lahir pada 2003, jadi baru berdiri selama 9 tahun. Rakyat awam belum terlalu mengenal kami, tidak seperti MA, makanya kami banyak melakukan sosialisasi. Namun secara fungsional, MK RI sudah melakukan fungsinya dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari perkara yang ditangani MK pada 2009 lalu,yakni sebanyak 742 kasus. Pada era Soeharto, hasil pemilukada bahkan tidak boleh ada sengketa mengenai hasil pemilu,” jelas Mahfud.
Sementara itu, sebagai tetangga dekat Indonesia, Anil mengungkapkan Singapura melihat banyak perubahan yang terjadi di Indonesia. Menurut Anil, sebagai tetangga dekat sangat penting mengetahui keadaan maupun perubahan baru di Indonesia. “Karena di Indonesia, perubahan terjadi cepat sekali selama 12 tahun ke belakang. Luar biasa. Kemudian saya mengikuti perkembangan mengenai pemilihan gubernur dan melihat adanya perubahan antara sifat dan minat yang berubah. Dan saya melihat saat ini, tugas bapak juga rumit dan sulit,” ujarnya.
Menurut Mahfud, Indonesia kini jauh lebih dewasa, misalnya mengenai permasalahan sengketa pemilukada. “Kini masalah pemilukada yang bermasalah akan berujung ke MK. Indonesia sudah lebih dewasa dengan membawa ke MK. Jika sudah diputus, maka bisa diselesaikan. Dari sini dapat dilihat bahwa Indonesia sudah ada kemajuan dalam ketatanegaraan,” jelasnya.
Menanggapi pertanyaan Anil mengenai tantangan yang akan dihadapi Indonesia lima tahun ke depan, Mahfud menjawab tantangan terberat adalah mengenai tingkah laku politik (politic behavior). Menurut Mahfud, tingkah laku politik di Indonesia memiliki masa euforia yang terlalu panjang. “Kami sudah 12 tahun begini. Sekarang lebih fokus kepada perilaku politik ke depan. Bagaimana mengatur hukum-hukum politik secara luas, tapi tidak boleh ada transaksi politik,” katanya. (Lulu Anjarsari/mh)