JAKARTA – Usulan pemerintah agar keluarga kepala daerah incumbent tidak diperbolehkan maju dalam pilkada dinilai tidak tepat. Hal itu melanggar hak warga negara untuk dipilih yang sudah dijamin dalam UUD.
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Fajrul Falaakh mengatakan, tidak terdapat larangan dalam UUD untuk menghalangi warga negara menjadi kepala daerah, sekalipun menjadi presiden. “Usulan itu sulit diterapkan dan pasti mudah dipatahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) nantinya, sebab itu melanggar konstitusi,” tandas Fajrul saat dihubungi SINDOdi Jakarta kemarin.
Fajrul mengatakan seharusnya yang diatur adalah larangan menggunakan fasilitas negara bagi keluarga kepala daerah incumbentyang akan maju,dan bukannya melarang maju sebagai kepala daerah. Selain itu, Fajrul menilai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi tidak memahami secara penuh apa arti pilkada, yakni bukan pada substansi incumbent, melainkan penyelenggara.“ Kalau usulan saya,larangan yang bersifat fungsional yang diatur,”paparnya. Senada diungkapkan pakar hukum tata negara Indonusa Esa Unggul, Refly Harun.
Dia mengatakan bahwa usulan tersebut merupakan kebijakan dari pemerintah yang putus asa dalam mengatur kepala daerah. Padahal, dalam UUD sudah ditegaskan hak warga negara untuk dipilih dan berpartisipasi dalam pilkada. “Usulan itu bertentangan dengan HAM dan UUD.Apabila diterapkan, pasti akan dipatahkan oleh MK,”ujarnya. Menurut Refly, peraturan mengenai penggunaan fasilitas bagi incumbentmaupun keluarga kepala daerah incumbent sejauh ini memang belum ada.
Karena itu, peraturan ini harus segera dibuat dengan sanksi yang tegas. Misalnya membuat laporan dana kampanye satu tahun sebelum pilkada dilaksanakan kepada Bawaslu provinsi yang kemudian diproses.“ Apabila terbukti melanggar menggunakan fasilitas,sanksi harus tegas dan maksimal didiskualifikasi,” katanya.
Anggota Panja RUU Pilkada Agoes Poernomo mengatakan, usulan tersebut dinilai baik agar penggunaan fasilitas negara tidak disalahgunakan. Namun, dalam UUD, hak politik warga negara untuk dipilih dan memilihmenjadikepaladaerah tidak ada batasannya, kecuali TNI dan Polri yang memang tidak menggunakan hak politik.