INILAH.COM, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Jumat (21/9/2012). Sidang panel dengan agenda pemeriksaan pendahuluan dipimpin Hakim Konstitusi, Anwar Usman.
Dalam kesempatan itu, pemohon Domingus Mauritis Luitnan mengungkapkan, pihaknya bersama sembilan rekannya mengajukan sedikitnya 10 pasal dalam UU bantuan hukum. Yakni pasal 1 ayat 1, ayat 3, ayat 5, ayat 6, pasal 4 ayat 1 dan ayat 3, pasal 6 ayat 2, ayat 3 huruf a dan huruf b serta Pasal 7.
Selanjutnya pasal 8 ayat 1, ayat 2 huruf a dan huruf b, pasal 9, pasal 10 huruf a dan huruf c, pasal 11, pasal 15 ayat 5 dan pasal 22 UU bantuan hukum. Beberapa pasal tersebut, menurut pemohon bertentangan dengan pasal 28D ayat 1, 2 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Beberapa pasal dalam undang-undang bantuan hukum sangat merugikan para pemohon selaku advokat," tutur Domingus saat membacakan permohonannya di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2012).
Merugikan dimaksud khususnya pada kalimat bantuan hukum, utamanya menyangkut 'pemberi dan penerima bantuan hukum'. Karena, menurutnya, keberadaan pemohon dan advokat lainnya dilindungi oleh undang-undang advokat. Namun belakangan muncul UU bantuan hukum yang dalam menjalankan tugas dan profesinya sama dengan UU advokat.
Berangkat darisini pula, pemohon menganggap adanya tumpang tindih antara dua produk hukum tersebut. Apalagi kata 'bantuan hukum' sama dengan penasihat hukum yang dikenal sejak berlakunya KUHAP pasal 56 ayat 2. Kemudian kata penasihat hukum ditingkatkan menjadi advokat sebagaimana diatur dalam pasal 32 ayat 1 UU advokat.
Menanggapi pokok permohonan pemohon, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menyatakan, bahwa uji materi yang dimohonkan pemohon tergolong luar biasa. Hal ini karena jika permohonan pemohon dikabulkan, maka UU ini kehilangan nyawanya.
"Permohonan ini luar biasa, kalau ini kabulkan, maka akan habis itu undang-undang bantuan hukum, jantungnya itu sudah masuk dalam permohonan ini. Jadi kalau dibatalkan, maka undang-undang bantuan hukum ini habis semua," kata dia.
Dia juga mempertanyakan pokok-pokok permohonan pemohon mengenai keberadaan dan atau perbedaan advokat dengan pemberian bantuan hukum adalah dua entitas yang berbeda.
"Memang dalam UU advokat bahwa advokat bisa memberikan bantuan cuma-cuma itu bisa dikatakan mandiri karena terkait dengan pendanaan pemerintah. Sedangkan jika dalam UU bantuan hukum dibawah pengawasan menteri itu kan wajar karena menteri yang punya uang," ujarnya.
Uji materi UU bantuan hukum diajukan 10 advokat, yakni Domingus Mauritis Luitnan, Suhardi Somomoelyono, Abdurahman Tardjo, TB Mansyur Abubakar, Malkam Bouw, Paulus Pase, LA Lada, Hj Metiawati, A Yetty Lentari dan Shinta Marghiyana.