Permohonan uji konstitusional ketentuan terkait tembakau sebagai zat adiktif dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dinyatakan tidak dapat diterima dan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini ditegaskan dalam Putusan No. 66/PUU-X/2012 yang dibacakan oleh tujuh hakim konstitusi pada Selasa, (18/9) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Permohonan Para Pemohon sepanjang mengenai pengujian Pasal 113 UU 36/2009 adalah ne bis in idem dan permohonan para Pemohon sepanjang mengenai pengujian Pasal 116 UU 36/2009 tidak beralasan menurut hukum,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD.
Mahkamah beralasan, pengujian Pasal 113 tersebut telah diputus dalam Putusan No. 19/PUU-VIII/2010, Putusan No. 34/PUU-VIII/2010, serta Putusan No. 24/PUU-X/2012. “Oleh karena batu uji dan alasan-alasan permohonan sepanjang pengujian Pasal 113 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 36/2009 pada hakikatnya adalah sama dengan permohonan pengujian dalam putusan-putusan di atas maka permohonan a quo harus dinyatakan ne bis in idem,” tegas Mahkamah.
Terhadap uji Pasal 116, menurut Mahkamah, keberadaan Peraturan Pemerintah sebagai delegasi Pasal 116 UU Kesehatan tidak bertentangan dengan konstitusi. Karena, dalam pelaksanaannya norma Pasal 113 yang masih bersifat umum memang membutuhkan elaborasi dalam peraturan yang lebih operasional sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945. Oleh karena itu, permohonan Para Pemohon sepanjang Pasal 116 UU Kesehatan, dinyatakan ditolak oleh Mahkamah.
Pemohon dalam perkara ini terdiri dari tiga orang berprofesi petani dan seorang mahasiswa. Mereka adalah Suyanto, Iteng Achmad Surowi, Akhmad, dan Galih Aji Prasongko. Iteng sendiri, pernah duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Lumajang Periode 2004 – 2009.
Adapun Pasal 113 yang diuji para Pemohon tersebut berbunyi, “(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan; (2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya; (3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.”
Sedangkan Pasal 116, menyatakan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.” (Dodi/mh)