Yayasan Dompet Dhuafa mengajukan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Sidang pertama perkara yang teregistrasi dengan Nomor 86/PUU-X/2012 ini digelar pada Jumat (14/9) di Ruang Sidang Panel MK. Tak hanya Yayasan Dompet Dhuafa, beberapa yayasan sosial pun tercatat sebagai pemohon dalam perkara ini, yakni Yayasan Sosial Al-Falah Malang dan Yayasan Yatim Mandiri.
Dalam pokok permohonannya, para pemohon yang diwakili Heru Susetyo sebagai kuasa hukum, mendalilkan hak konstitusionalnya yang dijamin oleh UUD 1945 terlanggar dengan berlakunya Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 38 serta Pasal 41 UU No. 23/2011. Pemohon beralasan pasal-pasal a quo berpotensi adanya unsur kriminalisasi terhadap amil zakat baik secara perseorangan maupun lembaga. “Pasal 38 dan Pasal 41 UU No. 23/2011 tercantum secara eksplisit dan kami melihat ada unsur kriminalisasi terhadap amil zakat baik perseorangan maupun lembaga yang tidak mempunyai izin dari pejabat yang berwenang dalam pengertian amil zakat adalah orang yang mengumpulkan zakat yang bukan institusi Pemerintah. Ini bagian pelanggaran hak konstitusi para amil zakat,” jelas Heru.
Heru juga menjelaskan Pasal 17 UU No. 23/2011 menunjukkan ketidaksetaraan antara pengelola zakat (baznas). Menurutnya, kata ‘membantu’ memiliki ketidaksetaraan antara baznas dengan amil zakat. “Pasal 18 UU No. 23/2011 artikan tidak equal seperti yang diungkapkan pada UU Zakat, yakni UU 38/1999. Harusnya ada kesetaraan antara baznas dengan lembaga amil zakat. Kata ‘membantu’ menimbulkan subordinasi dan menimbulkan pelanggaran hak konstitusional lembaga amil zakat,” paparnya.
Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki dengan anggota Hakim Konstitusi dan memberikan saran kepada para pemohon. Sodiki meminta agar pemohon memperbaiki alasan permohonannya. “Pasal yang dimohonkan untuk diuji harus dikaitkan dengan pasal dalam UUD 1945. Misalnya saja Pasal 28 mengenai kebebasan beragama dimasukkan karena ada relevansinya. Setiap pasal yang Anda ujikan itu menyangkut kerugian konstitusional saudara jika dibentuk baznas, apakah kemudian jika pasal-pasal itu dibatalkan, maka Anda tidak mendapat kerugian lagi. Saudara harus memberikan argumentasi agar alasan saudara masuk akal,” sarannya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyarankan agar pemohon emngelompokkan masalah dan mengelaborasi mengenai apa saja ketentuan mengenai baznas yang bertentangan dengan KOnstitusi. “Pemohon harus menentukan isu besarnya apa tentang baznas sesudah ditemukan, lalu analisis berdasarkan konstitusi hal tersebut bertentangan. Strukturnya sudah bagus, petitumnya sudah benar, cuma argumentasi yang mengantarkan ke arah petitumnya yang Saudara mohon itu yang perlu elaborasi lebih seksama karena Saudara tidak akan hanya berhadapan dengan kami bertiga, tapi juga dengan sembilan Hakim, juga pembentuk,” jelas Fadlil.
Majelis Hakim Konstitusi memberikan waktu bagi para pemohon untuk memperbaiki permohonan sesuai saran yang diberikan. Pemohon diberikan waktu selama 14 hari kerja untuk memperbaiki permohonan sebelum digelar sidang berikutnya yang beragendakan pemeriksaan perbaikan. (Lulu Anjarsari)