Proses pembentukan undang-undang tidak terlepas dari peran serta seluruh pihak. Bahkan, para ahli hukum saja belum cukup untuk membentuk sebuah undang-undang. Perlu dilibatkan para ahli dari berbagai bidang ilmu lain untuk menyumbangkan pikirannya dalam melahirkan sebuah UU, agar UU tersebut adil, bermanfaat, dan berkepastian hukum.
Demikian setidaknya salah satu pokok pikiran dari paparan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Achmad Sodiki, saat menyampaikan pemikirannya dalam acara Peer Review Usul DPD Atas Prolegnas Prioritas Tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU), Kamis (13/9) di Hotel Four Seasons, Jakarta. PPUU adalah salah satu alat kelengkapan yang dimiliki Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) RI.
“Tidak cukup sarjana hukum berpikir sendirian,” ungkapnya. “Perlu melibatkan sarjana-sarjana dari disiplin ilmu lain.” Sehingga, kata Sodiki, para pembentuk undang-undang tidak berpikir miopik (baca: sempit).
Menurutnya, pembentuk UU semestinya bisa memikirkan dan memprediksi kebutuhan hukum masyarakat beberapa tahun ke depan. Sehingga, masalah-masalah hukum yang mungkin muncul, dapat diantisipasi oleh undang-undang yang akan dibuat.
Jika hukum yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka bukan tidak mungkin, ujar Sodiki, akan memunculkan mental apatis, kurang bertanggungjawab, dan masa bodoh di kalangan masyarakat.
Seharusnya, ujar dia, proses pembentukan UU dibarengi dengan proses politik yang anggun. “Harus ada kesejajaran politik yang dibangun dengan proses legislasi yang jelas,” tegasnya. ”Intinya, politik apapun harus mengabdi pada masyarakat.”
Selain itu, Sodiki juga menegaskan, dalam membentuk UU, harus berorientasi pada nasib generasi yang akan datang, bukan hanya memikirkan keuntungan sesaat dan saat ini saja. Karena, apa yang diputuskan sekarang, tentu akan berdampak kepada generasi selanjutnya. “Justice for the next generation,” pesannya.
Terakhir, Sodiki menekankan, disamping sebuah UU harus memiliki kepastian hukum, UU juga semestinya memiliki fleksibilitas yang bisa menjadi ruang untuk melahirkan rasa keadilan masyarakat. Dan tentunya, sebuah UU harus berdasarkan dan sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, perkembangan hukum nasional maupun internasional, dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, hadir memberikan sambutan Ketua Panitia Perancang Undang-Undang I Wayan Sudirta dan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Wicipto Setiadi. (Dodi/mh)