TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menanggapi wacana Kementerian Dalam Negeri yang menginginkan kewenangan mengadili sengketa Pilkada ke Mahkamah Agung (MA), Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar menegaskan hal tersebut berpotensi melanggar konstitusi Indonesia.
"Itu bisa saja berpotensi melanggar konstitusi," kata Akil Mochtar yang juga merupakan hakim MK saat dihubungi wartawan, Senin (10/9/2012).
Pada dasarnya, lanjut Akil, Pilkada adalah penyelenggaraan yang termasuk pada rezim Pemilu, sehingga semua sengketa hasil Pemilu harus diselesaikan di Mahkamah Konsitusi yang sesuai Pasal 24C UUD 1945.
Adapun isi Pasal 24C UUD 1945 yaitu, "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum."
Lebih lanjut, Akil menegaskan, jika memang pemerintah tetap menginginkan kewenangan tersebut beralih ke MA atas dasar efisiensi, maka sebaiknya dikembalikan pada era Orde Baru, yang memungkinkan Kemendagri untuk mengintervensi sengketa tersebut.
"Kalau soal efisiensi, ya tidak usah ada sengketa. Suruh saja Kemendagri menyelesaikannya, seperti Orde Baru kan lebih murah biayanya," ujar Akil Mochtar.