Mahasiswa UNS Surakarta Berkunjung ke MK
Puluhan mahasasiwa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, didampingi dua dosen pembimbingnya mengujungi Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (7/9) pagi. Kunjungan mereka disambut oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Noor Sidharta, dan didampingi oleh Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan Wiryanto, di Ruang Conference Press, lantai 4 gedung MK, Jakarta.
Noor Sidharta dalam pertemuan tersebut memulai menjelaskan seputar kewenangan dan kewajiban yang dimiliki MK. Selain itu, perpustakaan yang dimiliki oleh lembaga MK juga dikemukakan untuk memperkenalkan fasilitas yang dimiliki lembaga ini. Menurutnya, MK mempunyai 4 (empat) kewenangan dan telah dilaksanakan yaitu pengujian UU terhadap UUD 1945, sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, dan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Namun, kata Sidharta, ada satu kewenangan yang sama sekali tidak pernah masuk dalam persidangan di MK. Kewenangan tersebut adalah mengadili pembubaran partai politik. Sebab, tidak semua orang bisa mengajukan perkara ini, kecuali pemerintah. “Semua kewenangan sudah dilaksanakan, namun untuk kewenangan pembubaran partai politik belum ada perkara yang masuk di MK, karena yang bisa mengajukan hanya pemerintah,” urai Sidharta dihadapan para peserta yang datang dari Jawa Tengah tersebut. Selain kewenangan tersebut, terdapat kewajiban yang dimiliki oleh MK yaitu memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Disisi lain, Sidharta juga menjelaskan berkenaan dengan sembilan hakim konstitusi. Katanya, para hakim konstitusi merupakan perwakilan atau berasal dari usulan dari kekuasaan legislatif (DPR), eksekutif (Presiden), dan yudikatif ( Mahkamah Agung) yang biasanya disebut dengan tiga kekuasaan Trias Politica. “Walaupun sudah masuk ke MK, mereka tidak terpengaruh dengan kekuasaan-kekuasaan itu (3 lembaga yang mengirim mereka),” jelasnya.
Terakhir, Sidharta juga mengemukakan mengenai perkembangan perpustakaan MK. Dalam hal ini, perpustakaan yang dimiliki MK berada di tiga lantai dalam Gedung tersebut. Perpustakaan MK pertama ada di lantai 5, kedua terdapat di lantai 6, dan yang terakhir di lantai 16. Khusus untuk perpustakaan yang ada di lantai 16, para pegawai MK dan masyarakat luar tidak boleh berkunjung ke sana kecuali oleh hakim konstitusi.
Ke depan, sambung Sidharta, buku-buku yang berada di perpustakaan MK tidak lagi berbentuk fisik, namun akan menggunakan e-book (elektronic book), sehingga dengan menggunakan elektronik yang salah satunya berbentuk komputer para pengunjung sudah bisa membaca isi dari buku itu. Perubahan tersebut dilakukan oleh MK, lanjutnya, karena keterbatasan yang dimiliki oleh MK. “Ruang perpustakaan kita semakin terbatas untuk kebutuhan buku yang sifatnya fisik, sehingga kita akan membeli dalam bentuk elektronic book,” tutur Sidharta mengungkapkan rencana MK ke depan kepada para mahasiswa.
Dikatakan Sidharta lagi, ruang perpustakaan nantinya akan dipindah ke lantai 8. Sedangkan lantai 5 dan 6 yang semula untuk perpustkaan, akan digunakan sebagai ruang bagi Pusat Dokumentasi Sejarah Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. “Di sana (Pusat Dokumentasi Sejarah Konstitusi dan MK) akan dipasang sejarah konstitusi Indonesia dan MK Indonesia,” ujarnya. (Shohibul Umam/mh)