Pemeriksaan pendahuluan PHPU Kabupaten Intan Jaya 2012 - Perkara No. 59 dan 60/PHPU. D-X/2012 - digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (30/8) siang. Pemohon adalah Yakob Pujau dan Yulius Yapugau (Perkara No. 59), serta Hirenus Sondegau dan Yesaya Bakau dan lainnya (Perkara No. 60). Pada intinya, permohonan Pemohon berkeberatan terhadap Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten Intan Jaya 2012.
Pemohon I sangat keberatan dan menolak Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara versi Termohon (KPU Kab. Intan Jaya), karena angka-angka perolehan Pemohon dan pasangan calon lain telah diubah, ditambah, dialihkan oleh Termohon dari ke-4 pasangan calon kepada Pasangan Calon No. Urut 3 Natalis Tabuni dan Yaan Kobogoyau.
“Akibatnya, perolehan suaranya kemudian menjadi 23.191 suara dari yang sebenarnya 15.990 suara,” jelas Pemohon I.
Menurut Pemohon I, Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara yang benar dan sesuai fakta, hasil yang diperoleh setiap pasangan calon Pemilukada Kabupaten Intan Jaya 2012 adalah sebagai berikut: Yakob Pujau dan Yulius Yapugau dengan 18.515 suara; Natalis Tabuni dan Yaan Kobogoyau dengan 15.990 suara; Maximus Zonggonau dan Simon Wigidipa dengan 11.821 suara; Bartolomius Mirip dan Salo Holombau dengan 7.659 suara; Hirenius Sondegau dan Yesaya Bakau dengan 6.780 suara.
“Termohon sengaja melakukan manipulasi, pengurangan, penambahan suara untuk kepentingan pasangan calon no. urut 3. Inilah yang menyebabkan kami mengajukan permohonan ini, agar ada keadilan bagi semua pasangan calon serta adanya kepastian hukum bagi masyarakat pemilih di Kabupaten Intan Jaya,” ujar Pemohon I.
Sementara Pemohon II menyatakan keberatan terhadap Penetapan Pemenang Pemilukada Kabupaten Intan Jaya 2012 yang diterbitkan dan ditetapkan oleh KPU Kabupaten Intan Jaya. Karena menurut Pemohon II, ada indikasi yang jelas dan nyata bahwa selama berlangsungnya Pemilukada Kabupaten Intan Jaya 2012 telah terjadi pelanggaran sangat serius, terstruktur, sistematis dan masif.
“Selain itu telah menghancurkan sendi-sendi Pemilukada yang ‘luber’ dan ‘jurdil’. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945 dan UU No. 32/2004,” ucap Pemohon II.
Dikatakan Pemohon II, apabila Mahkamah diposisikan untuk membiarkan proses Pemilukada tanpa ketertiban hukum, pada akhirnya sama saja dengan membiarkan terjadinya pelanggaran atas prinsip Pemilu yang ‘luber’ dan ‘jurdil’.
“Jika demikian, maka Mahkamah selaku institusi negara pemegang kekuasaan kehakiman hanya diposisikan sebagai ‘tukang stempel’ dalam menilai kinerja KPU. Jika hal itu terjadi, berarti akan melenceng jauh dari filosofi dan tujuan diadakannya peradilan atas sengketa hasil Pemilukada tersebut,” tandas Pemohon II.
Baik Pemohon I maupun Pemohon II mengajukan petitum kepada Mahkamah agar menerima dan mengabulkan permohonan secara keseluruhan. Juga meminta kepada Mahkamah agar membatalkan Keputusan KPUD Kabupaten Intan Jaya No. 45/2012 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten Intan Jaya 2012. (Nano Tresna Arfana/mh)