KEBEBASAN untuk memilih pemimpin dalam sebuah pemilihan umum yang bersifat langsung hendaknya tidak dibatasi. Karena itu, dua warga Jakarta mendaftarkan gugatan atas Pasal 69 ayat (1) UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka ialah Wawan, warga Kelurahan Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, dan Kasiyono, warga Kelurahan Semanan, Kalideres, Jakarta Barat. Kedua warga tersebut tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) pemilu kada DKI Jakarta putaran pertama sehingga tidak dapat menggunakan hak pilih.
“Syarat menggunakan hak pilih kan harus terdaftar dalam DPT, berlaku untuk pilpres, pemilu kada, dan pileg. Namun, UU Pilpres pernah diuji ke MK. Putusan MK menyatakan yang tidak terdaftar tetap boleh memilih dengan menunjukkan KTP dan KK. Nah, ketentuan itu tidak serta-merta berlaku untuk pemilu kada. Maka dari itu kami uji ke MK,” kata kuasa hukum pemohon Veri Junaidi seusai mendaftarkan permohonan di MK, Jakarta, kemarin.
Veri mengungkapkan permohonan tersebut diajukan agar warga tetap bisa menggunakan hak pilih, meskipun tidak terdaftar dalam DPT.
Di lain hal, Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan buruknya kinerja KPUD yang berulang dalam proses pendaftaran pemilih menjadi salah satu alasan pengajuan gugatan.
Ia juga mengungkapkan alasan permohonan uji materi baru diajukan kemarin. “Terbentur waktu libur puasa, dan Lebaran. Kami juga melakukan pemantauan terlebih dahulu, apakah efektif pola pendaftaran dengan sampel aktif yang dilakukan KPU,” tuturnya.
Di pihak lain, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemungutan dan Penghitungan Suara KPU Jakarta Sumarno mempersilakan pemohon untuk melakukan gugatan. “Sepanjang aturan belum diubah MK, KPU akan tetap memakai aturan lama. Bila sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, baru KPU ikuti,” ujar Sumarno.