Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan acara Buka Puasa Bersama di Aula Dasar Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/8). Hadir dalam acara tersebut, Ketua MK Moh. Mahfud MD, Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, dan sejumlah Hakim Konstitusi lainnya, didampingi dengan Istri. Acara tersebut juga dihadiri Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar, para pegawai, dan seluruh keluarga besar di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK, serta sejumlah wartawan media baik elektronik maupun cetak yang juga mengikuti acara buka puasa bersama pada bulan Ramadhan 1433 H tersebut.
Dalam sambutan dan tausyiah ramadan yang disampaikan Ketua Moh. Mahfud MD, mengingatkan kita semua bahwa sesuatu yang diperoleh dari yang tidak halal pasti akan menimbulkan panas, baik masih berada di dunia maupun saat berada di neraka atau di alam akhirat. Sebab hal demikian telah diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa apa saja yang tumbuh, dibangun, diperoleh dari barang yang haram, pasti panas.
Kemudian Mahfud mencontohkan, orang yang melakukan tindak pidana korupsi. Menurutnya, orang yang melakukan korupsi pasti bingung dan akan merasa panas apabila sudah dinyatakan sebagai tersangka korupsi. “Apa artinya semua kalau sudah dinyatakan tersangka, dan sebantar lagi akan ditahan. Panas hidupnya,” terang Mahfud dihadapan pegawai MK.
Mahfud juga menambahkan dengan mencontohkan kisah dari Umar Bin Khattab. Dalam keterangannya, Mahfud mengatakan bahwa Umar merupakan amirul mukminin yang mempunyai kekuasaan sangat luas, tetapi dia tetap bersikap sederhana dalam melakukan semua aktifitasnya. “Saking sederhananya, dia tidak mau menjalin hubungan yang tidak harmonis dengan teman,” ujarnya.
Dengan mengenang kisah dari Umar Bin Khattab tentang bagaimana menjaga hubungan yang tidak panas atau harmonis dengan orang lain, kata Mahfud, maka setiap orang dalam menjalankan kehidupannya tidak boleh saling merendahkan, dan tidak boleh merasa yang satu tinggi, yang lain rendah, sebab tidak mungkin ada orang besar kalau tidak ada orang kecil. “Oleh sebab itu, yang kecil harus dihargai,” terangnya.
Kemudian, Mahfud juga pernah bercerita di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat negara saat memberikan ceramah religi (tausyiah) di Rumah Kediaman Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Taufik Kiemas, terkait dengan kisah Said Muhammad Saleh yang mempunyai anak terkanal dalam bidang tasawuf, yakni Syaikh Abdul Qadir Jaelani. Dalam kisahnya, kata Mahfud, Said rela bekerja bertahun-tahun tidak dibayar supaya terjaga dari barang-barang yang tidak jelas atau haram. “Itulah Syaikh Abdul Qadir Jaelani (anak dari Said), dari darah yang bersih akan melahirkan orang yang baik,” terangnya.
Begitu juga kisah yang dialami oleh Imam Syafii yang ahli dalam bidang fiqih. Menurut Mahfud, Iman Syafii merupakan orang yang hebat. Umur tujuh tahun bisa menghafal Al-Quran. Setelah umur tujuh tahun, dia bisa menghafal ribuan hadis dari berbagai sumber agama yang ada.
Namun saat itu, Mahfud melanjutkan, Imam Syafii pernah lupa satu kata, kemudian dia bertanya kepada gurunya, “Mangapa saya bisa bodoh seperti ini, mengingat satu kata saja saya tidak bisa?” tutur Mahfud mengisahkan saat itu. “Kemudian gurunya menjawab, kalau kamu ingin pandai, jangan suka berbuat maksiat, jangan makan barang yang haram, jangan ngomong yang kotor. Sebab ilmu itu adalah sebuah cahaya. Dan cahaya itu tidak akan diberikan kalau berbuat maksiat,” urai Guru Besar Universitas Islam Indonesia tersebut.
Dalam rangka bulan puasa ini, Mahfud dalam akhir Tausiyah mengajak seluruh pejabat di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK untuk merenung supaya terhindar dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama. “Mari merenung agar diri kita dan keluarga kita bersih dari omongan, perbuatan, dan makanan maksiat,” terangnya.
Sebelumnya, penyerahan biasiswa bagi anak pegawai di lingkungan MK yang berprestasi di sekolahnya masing-masing juga diadakan dalam kegiatan tersebut. kemudian juga diberikan sebuah bingkisan kepada perwakilan pegawai di lingkungan MK. dan yang terakhir dilanjutkan dengan acara buka puasa bersama, diikuti dengan sholat maghrib berjamaah. (Shohibul Umam/mh)