Konstitusi Republik Indonesia memiliki substansi yang sama dengan Piagam Madinah, yaitu melindungi seluruh kelompok agama yang ada dalam negara. Demikian dikatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD dalam Pengajian Akbar Khoul ke V Alm. KH Moch. Qurtubi Zein di Pondok Pesantren Al-Qurtubi, Bondowoso, Jawa Timur, Minggu 5 Agustus 2012. Dalam pengajian bertema "Pentingnya Mahkamah Konstitusi di Negara Republik Indonesia", Mahfud mengingatkan kepada para kiai dan jamaah yang hadir, jika hukum dan keadilan tidak ditegakkan maka akan mengakibatkan negara hancur. Hal tersebut dapat dibuktikan dari hancurnya kerajaan-kerajaan besar, seperti kerajaan Mesir dan Majapahit, karena ketidakadilan merajalela. Dan, Mahkamah Konstitusi dibentuk agar keadilan dapat ditegakkan, sehingga bangsa Indonesia selamat dari kehancuran.
Lebih lanjut disampaikan oleh pria kelahiran Sampang, Madura tersebut, konstitusi sebagaj hukum dasar negara Indonesia, merupakan aturan main politik bangsa Indonesia. Politik yang dimaksud bukan hanya politik dalam arti sempit, yaitu kekuasaan semata, melainkan politik dalam arti luas, yaitu tata cara kita hidup bernegara. Namun, ada kesalahpahaman di dalam pandangan masyarakat yang menganggap politik itu kotor. Sejatinya politik adalah fitrah, karena sejak lahir ke dunia, manusia sudah terkena sistem politik, yaitu membuat akta kelahiran. Dan kehidupan politik terlihat kotor karena perilaku beberapa partai politik saja, yang merupakan warisan Orde Baru.
Ditambahkan Mahfud MD, para kiai di jaman kemerdekaan berpolitik, karena menyadari politik merupakan alat untuk perjuangan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Imam Ghazali yang menyatakan, "memperjuangkan nilai-nilai agama dan memiliki kekuasaan politik ibarat dua hal yang bersaudara." “Karena memperjuangkan nilai-nilai agama harus menggunakan politik, dan berpolitik tidak harus ikut partai politik, tapi berpolitik itu adalah wajib, karena kita juga ikut bertanggung jawab untuk menentukan dan mengarahkan pemimpin kita,” tegas mantan Pembantu Rektor III Universitas Islam Indonesia itu.
Dalam kesempatan tersebut, Mahfud juga menyinggung kesalahpahaman mengenai paham komunisme dan ateisme yang sempat terjadi beberapa waktu lalu. Selanjutnya dalam keterangan bapak dua putra dan seorang putri tersebut, saat itu dirinya menyatakan bahwa penganut paham komunisme dan ateisme tidak dapat dihukum, karena memang tidak ada Undang-Undang (UU) yang melarang, kecuali orang tersebut menyebarluaskan kedua ideologi tersebut. Seperti kasus Lia Aminudin dan Ahmad Musadek, yang menyebarkan aliran sesat kepada masyarakat, keduanya dihukum karena memang melanggar UU. Dan hal ini merupakan tugas dari kalangan agamawan untuk berdakwah terhadap orang-orang seperti itu. (Ilham)