INILAH.COM, Jakarta - Tarik-menarik kepentingan dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM akhirnya sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK). Habiburokhman, Maulana Bungaran, dan Munathsir Mustaman mengajukan uji materi Pasal 50 Undang-Undang KPK yang dinilai membuat kewenangan KPK tidak tegas.
"Pasal 50 ayat (3) tidak secara jelas merumuskan wewenang penyidikan yang mana dan yang diatur di UU tersebut," ucap Habiburokhman usai menyerahkan berkas permohonan ke MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (6/8/2012).
Menurutnya, pada Pasal 50 ayat (3) UU KPK dinyatakan bahwa 'Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana di maksud pada ayat (1), Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan'.
Pada pasal tersebut, khususnya frasa 'Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan', dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana terjadi dalam penyidikan ganda pada kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Frasa itu, lanjut dia, pengertiannya tidak tegas bahwa Kepolisian dan Kejaksaan tidak boleh menangani perkara apa. Karenanya frasa 'Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan' seharusnya dijabarkan dan atau diganti dengan 'wewenang Kepolisian atau Kejaksaan untuk melakukan penyidikan dalam perkara tersebut'.
Dengan begitu, katanya lagi, kewenangan ketiga lembaga penegak hukum tersebut menjadi jelas siapa yang bisa dan berhak menangani suatu perkara, serta bagaimana sikap yang harus diambil jika suatu perkara sudah ditangani oleh salah satu penegak hukum.
"Jadi supaya jelas, kalau KPK sudah melakukan penyidikan, maka wewenang penyidikan hanya pada KPK," ujar Habiburokhman.