Persoalan terkait kekhususan Jakarta dan kaitannya dengan syarat 50% perolehan suara dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta terus berlanjut. Perkara pengujian Undang-Undang No. 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU DKI Jakarta) ini telah memasuki agenda sidang kedua, Perbaikan Permohonan. Sidang digelar Kamis (2/8) di Ruang Sidang Pleno MK.
Tampak hadir dalam sidang perkara nomor 70/PUU-X/2012 tersebut, Pemohon Prinsipal Abdul Havid Permana beserta para kuasa hukumnya. Menurut kuasa hukum Pemohon M. Soleh, pihaknya telah melakukan perbaikan sesuai saran Majelis Hakim. “Semua sudah diakomodir,” ujarnya.
Soleh mengungkapkan, kekhususan suatu daerah telah diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Namun, ketika pihaknya mempelajari dan membandingkan beberapa undang-undang dan rancangan undang-undang daerah khusus, seperti Yogyakarta, Papua, dan Aceh, maka ada beberapa hal menyangkut kekhususan. “Ada dasar berkaitan dengan sejarah. Dan ada dasar berkaitan dengan latar belakang budaya,” katanya.
Selanjutnya, Soleh berkesimpulan bahwa tidak terdapat latar belakang yang singkron antara ketentuan Pasal 11 ayat (2) UU DKI Jakarta dengan amanat dalam UUD 1945 tersebut. “Harus mencapai 50% itu tidak nyambung,” tegasnya.
Adapun Pasal 11 ayat (2) UU DKI Jakarta berbunyi, “Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.”
Sedangkan dalam ayat (1) menyatakan, “Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.”
Menurut Soleh, kalau multikultural yang dijadikan alasan kekhususan Jakarta juga tidak tepat. Sebab, ada kota atau daerah lain yang juga multikultural namun tidak dinyatakan sebagai daerah khusus. Apalagi, lanjut dia, dalam pemilihan umum di Indonesia menggunakan prinsip one man one vote.
Setelah mendengarkan paparan Pemohon, Panel Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hamdan Zoelva tersebut kemudian mengesahkan alat bukti yang diajukan Pemohon. Menurut Hamdan, untuk sidang selanjutnya akan dipertimbangkan terlebih dahulu dalam Rapat Permusyawaratan Hakim, apakah akan dilanjutkan atau langsung diputuskan. (Dodi)