Mengacu pada dalil-dalil Pemohon Ramli dan Moharriadi Syafari selaku Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilukada Kab. Aceh Barat tahun 2012, yang tidak terbukti menurut hukum, Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (2/8), menjatuhkan putusan perkara Nomor 52/PHPU.D-X/2012, yang menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
“Mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” jelas Ketua MK Moh. Mahfud MD, yang bertindak sebagai Ketua Sidang Pleno, di Ruang Sidang Pleno, Gedung MK. Termohon dalam sengketa ini adalah Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Barat, dan Pihak Terkait adalah T. Alaidinsyah dan Rachmat Fitri H.D.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah mengatakan bahwa Pemohon telah mendalilkan adanya 15 orang Tim Sukses Pihak Terkait yang merangkap sebagai petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Namun, kata Mahkamah, seandainya pun benar—quod non—terdapat Tim Sukses Pihak Terkait yang merangkap sebagai petugas KPPS dan PPS, Pemohon tidak dapat menunjukkan dan membuktikan pelanggaran Pemilukada yang signifikan mempengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon.
“Pemohon dalam permohonannya hanya mendalilkan satu orang Tim Sukses atas nama Alismi yang juga merupakan anggota KPPS telah melakukan pencoblosan surat suara secara tidak sah dengan dibantu oleh Nasrun A. Rani (Ketua KPPS),” tutur Mahkamah. Kejadian tersebut, Mahkamah melanjutkan, hanya bersifat sporadis semata dan tidak bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang secara signifikan mempengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon.
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan bahwa saksi-saksi Pemohon tidak diberikan salinan DPT oleh petugas KPPS. Namun dalil-dalil tersebut, Mahkamah menilai, tidak menunjukkan adanya signifikansi atas perolehan suara masing-masing pasangan calon sehingga harus dinyatakan tidak beralasan hukum.
Dalil-dalil Pemohon mulai dari adanya pencoblosan surat suara yang tidak sah di TPS 1 Gampong Linceh dan TPS 1 Pasie Jambu, tidak diberikannya hak untuk mencoblos bagi pemilih sakit di TPS 1 Ujung Tanjung, hingga penggunaan atribut Partai Aceh (Pihak Terkait) di TPS Gampong Cot Punti, serta pemilih sakit yang diarahkan pilihannya di TPS 1 Lapang.
Menurut Mahkamah, hanyalah pelanggaran yang bersifat sporadis belaka dan tidak terbukti terjadi pelanggaran Pemilukada yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif. “Bukti yang diajukan tidak menunjukkan adanya signifikansi atas perolehan suara masing-masing pasangan calon yang dapat mengubah kedudukan Pemohon mengingat selisih perolehan suara Pemohon dan Pihak Terkait sejumlah 10.267 suara,” urai Mahkamah dalam putusannya.
Terhadap bukti-bukti dan keterangan saksi lainnya yang menjelaskan kemungkinan terjadinya pelanggaran yang bersifat administratif dan pidana, Mahkamah menilai, hal demikian hanyalah dugaan-dugaan pelanggaran yang sifatnya sporadis semata, tidak menunjukkan terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, yang mempengaruhi peringkat perolehan suara masing-masing pasangan calon, sehingga harus dinyatakan tidak beralasan hukum. “Meskipun demikian, apabila ada tindak pidana yang terjadi, hal itu dapat diproses menurut hukum yang berlaku,” jelas Mahkamah. (Shohibul Umam/mh)