Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Selasa (31/7). Sidang yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD tersebut beragendakan mendengar keterangan DPR serta Ahli dan Saksi Pemohon.
Dalam sidang tersebut, Ahli Pemohon Margarito Kamis mengungkapkan kebijakan memberlakukan angka ambang batas 3,5% secara nasional tidak memiliki pijakan konstitusional, Menurut Margarito, hak pemilih tidak boleh dihanguskan dengan alasan pengurangan partai politik atau pengefektifan hubungan antara Presiden dengan DPR. “Singkatnya kebijakan ini inkonsititusional. Akhirnya, hak pemilih tidak boleh dihanguskan dengan alasan pengurangan partai politik atau pengefektifan hubungan antara presiden dan DPR, atau antara kepala daerah dengan DPRD. Kursi orang yang diperoleh secara sah tidak dapat dialihkan kepada orang lain yang tidak berhak dengan dalih partai orang yang tidak mencapai ambang batas perolehan sah secara nasional. Cara ini mengingkari jaminan konstitusional terhadap hak setiap warga negara, tentu mengingkari hakikat kedaulatan rakyat,” jelasnya.
Sementara DPR yang diwakili oleh Ruhut Sitompul, menjelaskan lahirnya ketentuan Pasal 8, baik ayat (1) maupun ayat (2) merupakan sebuah upaya menghadirkan sistem kepartaian yang kompatibel dengan sistem pemilu dan selanjutnya akan disesuaikan pula dengan sistem internal parlemen, baik jumlah fraksi, jumlah anggota minimal setiap fraksi, dan mekanisme pengambilan keputusannya yang diatur dalam undang-undang. “Hal ini berbeda dengan Undang-Undang MD3. Untuk itu, DPR memohon agar menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan. Menyatakan bahwa proses pembahasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, telah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan perundang-undangan. Menyatakan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 208 dan penjelasan Pasal 208 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Serta menyatakan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 208 dan penjelasan Pasal 208 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat,” jelasnya.
Dalam pokok permohonannya, Para Pemohon mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terutama Pasal 208, Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 208 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Para Pemohon tercatat dalam empat perkara berbeda, yakni Perkara Nomor 51/PUU-X/2012, Nomor 52/PUU-X/2012, Nomor 53/PUU-X/2012, serta Nomor 54/PUU-X/2012. Para Pemohon yang mengajukan perkara ini, di antaranya Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM), Yayasan Soegeng Sarjadi, Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Nasional Indonesia (PNI) serta beberapa pemohon perseorangan. (Lulu Anjarsari/mh)