Mahkamah Konstitusi menolak permohonan dalam Perkara No. Nomor 28/PUU-IX/2011 perihal pengujian Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. “Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD, dalam sidang pembacaan putusan, Selasa (31/7) siang, di Ruang Sidang Pleno MK.
Permohonan tersebut diajukan oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Teguh Satya Bhakti. Pada pokoknya, dalam permohonannya Pemohon mengajukan uji materi terhadap UU Keuangan Negara dengan alasan, diantaranya, kurangnya ketersediaan alokasi dana anggaran Mahkamah Agung yang di dalamnya termasuk jaminan kedudukan dan peningkatan kesejahteraan hakim; UU tersebut telah men-down grade kedudukan MA menjadi berada di bawah Presiden sebagai Kepala Pemerintahan; dan UU Keuangan Negara sebagai undang-undang organik Pasal 23 UUD 1945, serta berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan keuangan negara, tidak memperhatikan kedudukan dan fungsi keuangan MA dan badan peradilan yang berada di bawahnya.
Menurut Mahkamah, independensi hakim dan independensi institusi peradilan secara konstitusional tidak dikaitkan dengan kewenangan sepenuhnya dalam pengelolaan anggaran, tanpa terkait sama sekali dengan Presiden. “Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan negara baik pemasukan maupun pengeluaran melalui mekanisme APBN setelah mendapatkan persetujuan dari DPR sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945,” papar Mahkamah.
Berdasarkan mekanisme tersebut, lanjut Mahkamah, semua anggaran pendapatan dan belanja negara untuk semua institusi negara (tidak hanya bagi Mahkamah Agung), ditetapkan dalam Undang-Undang APBN seperti halnya bagi DPR, BPK, dan lain-lain.
Meskipun begitu, kata Mahkamah, harus diakui, saat ini masih terdapat persoalan sebagaimana didalilkan Pemohon, yaitu kurangnya: sarana dan prasarana pengadilan, pembiayaan persidangan, serta jaminan kesejahteraan bagi para hakim. Namun, Mahkamah berpandangan, dalil tersebut tidak termasuk sebagai pertentangan norma Undang-Undang terhadap UUD 1945, melainkan lebih kepada persoalan konkret yang dialami oleh Pemohon.
“Setiap hakim terikat dengan ketentuan yang mewajibkan untuk menjaga kemandirian peradilan dan harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum,” tegas Mahkamah. “Oleh karena itu, tidak benar pula dalil Pemohon yang menyatakan bahwa segala bentuk ketergantungan dan keterikatan institusi badan-badan peradilan pasti akan mengurangi kemerdekaan dan independensi hakim dalam mengadili perkara yang disebabkan karena Mahkamah Agung tidak menentukan sendiri besaran anggarannya.”
Sebelumnya, dalam memutus perkara ini, Mahkamah mengacu pada pertimbangan hukum Mahkamah mengenai kedudukan hukum bagi para Hakim Agung dalam Putusan No. 005/PUU-IV/2006 bertanggal 23 Agustus 2006. Dalam putusan yang sama, Mahkamah juga telah memberikan pandangannya mengenai independensi peradilan dan independensi hakim. (Dodi/mh)