Undang-Undang No. 10/1998 tentang Perubahan atas UU No. 7/1992 tentang Perbankan, dalam Pasal 40 ayat (1) dan (2), dinilai oleh Pemohon Magda Safrina, berpotensi merugikan dia dalam mengetahui secara pasti harta yang tersimpan di bank terkait harta bersama (gono-gini) antara suami dan istri.
“Pasal 40 UU Perbankan, berpotensi memberi kerugian secara materiil kepada saya. Dikarenakan, saya tidak mengetahui secara pasti nilai harta bersama yang seharusnya dibagi (antara suami dan istri),” ungkap Pemohon dalam sidang perbaikan pengujian UU Perbankan di Mahkamah Konstitusi, Jumat (27/7) pagi.
Dalam tuntutan atau petitum-nya, Magna memohonkan supaya pasal yang diujikan dalam UU Perbankan bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, sepanjang frase, “Kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.”
Dalam Pasal 40 ayat (1) UU tersebut menyebutkan, “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. Dan ayat (2) menyebutkan, “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.”
Sebagai seorang istri yang menjalani gugatan perceraian di Mahkamah Syariah Banda Aceh, Pemohon dalam permohonannya mengatakan bahwa pasal yang diujikannya menghalangi akses dirinya untuk memperoleh informasi mengenai harta gono-gini, terutama mengenai pemeriksaan deposito berserta simpanan yang dimiliki oleh suami Pemohon.
Dilain pihak, Mahkamah Syariah Banda Aceh selaku institusi yang menfasilitasi proses sidang perceraian, meminta klarifikasi kepada bank terkait dengan informasi mengenai harta gono-gini tersebut. Namun yang terjadi justru pihak bank tidak memperbolehkan karena adanya Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2). “Pihak bank beralasan bahwa kerahasiaan tentang simpanan dan harta yang disimpan di bank wajib dijaga oleh bank,” tutur Pemohon.
Menurut Magda, dia berhak atas harta yang diperoleh selama pernikahan yang tersimpan dalam bank tersebut. “Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) melanggar hak konstitusional, dan berpotensi merugikan saya, serta kehilangan hak saya yang diperoleh selama pernikahan,” terangnya.
Pasal a quo UU Perbankan, kata Pemohon, memberikan ruang tehadap pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan pidana berupa penggelapan harta gono-gini. “Pasal tersebut merupakan sebuah bentuk pembiaran terhadap terjadinya tindakan pidana penggelapan terhadap harta bersama secara meluas di masyarakat,” terang Pemohon dalam perbaikan permohonan. (Shohibul Umam/mh)