Kokok Hadyanto, pemilik mobil Daihatsu Xenia, mengaku dirugikan oleh service Bengkel Daihatsu Astra International Cabang Semarang dan Bengkel Karya Zirang Utama Kudus. Kokok merasa ditipu oleh Bengkel Astra Internasional karena kipas fan radiator mobilnya yang tidak rusak, dinyatakan rusak oleh bengkel Astra Internasional.
Selang dua tahun kemudian, kipas tersebut betul-betul rusak dan Kokok membawa mobilya ke bengkel. Sore hari, waktu dia mengambil mobil, pihak bengkel menyatakan mengganti rem belakang tanpa terlebih dahulu meminta persetujuannya. Rem pengganti justru bermasalah karena tidak pakem, sehingga menyeruduk sepeda motor. “Terus saya minta perbaikan, setelah diperbaiki, saya bawa pulang. (Sesampai) di rumah, ganti mesin saya yang kena, katanya suaranya bermasalah. Saya kecewa tidak kembali ke Astra lagi. Saya pindah ke Kudus (PT Karya Zirang Utama Kudus).”
Demikian dikatakan Kokok dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (23/7/2012) siang. Sidang kali pertama untuk perkara 68/PUU-X/2012 ihwal Pengujian UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Pasal 15, Pasal 19, Pasal 23, Pasal 60 dan Pasal 62) dan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Pasal 24) dilaksanakan oleh hakim konstitusi Maria Farida Indrati (ketua panel), Ahmad Fadlil Sumadi, dan Anwar Usman.
Ternyata, Kokok melanjutkan, servis di bengkel Karya Zirang Utama juga mengecewakannya. Karena penasaran, Kokok menanyakan ihwal kebocoran mesin mobilnya melalui hand phone. “Waktu saya telepon, saya lapori (mesin mobil) saya bocor, dia memang ada di tempat tergugat I yaitu Astra. Ini saya tanda tanya besar ini, jangan-jangan ini memang ada konspirasi,” lanjut Kokok.
Kokok dalam petitum permohonan meminta kepada Mahkamah agar membatalkan Putusan Majelis Hakim P.N. Demak No.27/Pdt.G/2010/PN.Dmk. batal demi hukum. Kemudian, memberlakukan Penggunaan UUPK No. 8, Th 1999 sebagai perangkat hukum utama untuk mengadili gugatan Pemohon terhadap P.T. Astra Internasional (T-1) dan PT Karya Zirang Utama, Kudus (T-2, sebagai Konspiratornya).
“(Permasalahan) sudah diajukan ke pengadilan negeri?” tanya ketua panel Maria Farida Indrati menanyakan. “Ya, betul,” jawab Koko.
Selanjutnya, Maria menyarankan bahwa inti permasalahan yang dijadikan alasan permohonan di MK bukanlah menyangkut masalah konkret, tetapi menyangkut apakah pasal-pasal yang digunakan oleh hakim pengadilan negeri atau para pihak, bertentangan dengan UUD 1945. “Nah, dari permohonan Bapak, semua pasal ini belum ada di sini,” nasihat Maria.
Lebih lanjut Maria menasihati, untuk pengujian UU, kadang-kadang kasus konkret bisa dielaborasi sehingga tercermin ketentuan pasal dalam UU yang bertentangan dengan pasal UUD 1945. “Sehingga Bapak, kalau ini dinyatakan ada beberapa pasal Pasal 15, 19, 23, 60, 62, UU Perlindungan Konsumen dan tadi HIR dan juga UU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan, ini harus dikemukakan pasal itu isinya apa dan pasal itu bertentangan dengan UUD pasal yang mana?” Tanya Maria. (Nur Rosihin Ana/mh)