Sidang lanjutan terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (20/7) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi oleh Kepaniteraan MK dengan Nomor 63/PUU-X/2012 ini dimohonkan oleh H.F Abraham Amos dan Johny Bakar.
Dalam sidang perbaikan ini, Pemohon yang tanpa diwakili oleh kuasa hukumnya, mengungkapkan telah memperbaiki permohonan. Amos menjelaskan alasan permohonan telah diperbaikinya. “Nah, adapun inti daripada persoalan permohonan kami ini, tidak lain dan tidak bukan hanya menyangkut langsung kepada Pasal 172 ayat (1), 170 ayat (2), kemudian di dalam sistem nonkomersial ini dimuat di dalam Pasal 171 ayat (3) dan ayat (2) yang kami membahas secara substansial bahwa penyelipan dana 5% kepada pekerja aktif dan 10% untuk provinsi dan kota, kami rasa bahwa ini ada ketidakadilan. Kami ambil contoh bahwa meskipun sekarang pekerja aktif yang sudah memiliki gaji pun juga sesuai dengan APBN, itu diratakan, sehingga kami merasa bahwa di sini ada ketidakadilan di dalam pembagian APBN yang dikhususkan posnya untuk anggaran kesehatan. Jadi mungkin di sinilah menjadi persoalan substantif sehingga kami mengajukan uji materi ini,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva.
Pada sidang tersebut, Majelis Hakim Konstitusi yang juga beranggotakan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Ahmad Fadlil Sumadi tersebut mengesahkan beberapa alat bukti. “Selanjutnya Saudara mengajukan bukti, P berapa ini? P-1 sampai dengan P-29, Baik, bukti-bukti ini sudah diverifikasi oleh Mahkamah, oleh karena itu bukti ini dianggap sah. Saudara Pemohon, sidang hari ini adalah selesai untuk sidang pendahuluan. Selanjutnya Saudara tinggal menunggu panggilan Mahkamah untuk sidang selanjutnya. Untuk perkara ini akan Majelis ini laporkan pada Pleno RPH Majelis untuk menentukan kelanjutan perkara ini karena itu Saudara menunggu saja panggilan sidang selanjutnya dari Mahkamah, apakah nanti akan dibawa ke Pleno atau bisa juga dalam banyak kasus juga bisa langsung diputus, tapi ini sangat tergantung pada putusan RPH,” terang Hamdan.
Dalam permohonannya, Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 170 ayat (3) , Pasal 171 ayat (3) diterapkan akan menimbulkan kerugian potensial terhadap Para Pemohon dan para pekerja pasif berpenghasilan tidak tetap maupun pekerja aktif yang berpenghasilan tetap maupun masyarakat miskin kurang mampu serta Para Pasien Penyandang Penyakit Kronis umumnya karena pengalokasian dana yang tidak pada tempatnya dan kontradiksi terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 angka (2), Dana Alokasi Umum (DAU) dan angka (3) Dana Alokasi Khusus (DAK) huruf (b) Kesehatan, dimana alokasi dana sebesar Rp. 3.005.931.000.000,00. (tiga trilyun lima milyar sembilan ratus tiga puluh satu juta rupiah) yang diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan public.
Menurut Pemohon, pelayanan kesehatan publik Non-Komersial hanya alat pelengkap yang masih dikungkung dalam dilema politis dan hanya sebuah “ilusi” atau “Orang miskin dan kurang mampu dilarang sakit di negara ini” karena umumnya para penyandang status warga miskin dan orang tidak mampu dengan penghasilan pas-pasan sulit untuk memperoleh layanan kesehatan optimal sesuai prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab dan setara dihadapan hukum. (Lulu Anjarsari/mh)