Jakarta, MKOnline - Sidang Pengujian Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang dimohonkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dkk kembali digelar untuk ketujuh, Rabu (18/7). Sidang pleno yang diketuai langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD itu beragendakan mendengar keterangan saksi fakta dari Pemerintah dan keterangan ahli Pemohon.
Saksi Fakta Pemerintah yang juga menjabat sebagai Kepala Divisi Pertimbangan Hukum BP Migas, Sampe L Purba mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan keterangannya. Dalam keterangannya Sampe menyampaikan hal-hal terkait hakikat industri hulu migas, tata kelola di BP Migas, dan kinerja kegiatan hulu migas.
Sebagai pernyataan awal, Sampe mengatakan industri migas merupakan industri yang sangat panjang atau memerlukan spektrum waktu yang sangat panjang dari kegiatan eksplorasi, rencana pengembangan, sampai ke kegiatan produksi. “Jadi paling tidak butuh tiga sampai enam tahun untuk eksplorasi saja sehingga diperlukan kepastian hukum dan kepastian aturan main karena ini adalah bisnis yang sangat panjang, beresiko tinggi, padat modal, dan memerlukan teknologi tinggi,” ujar Sampe.
Karena industri hulu migas merupakan industri yang begitu kompleks, maka Sampe mengatakan selama ini dibuka kesempatan seluas-luasnya kepada pihak BUMN/BUMD, swasta, koperasi, asing, maupun usaha kecil untuk turut ambil bagian. Tentang nantinya siapa yang bisa mengakses industri migas itu Sampe mengatakan diserahkan kepada para pihak-pihak yang hendak terlibat tergantung seberapa kuat dan seberapa jauh masing-masing pihak mengakses kemampuannya terhadap risiko dan permodalan. “Pelaksana kegiatan usaha hulu itu terbuka tidak eksklusif hanya kepada asing. UU memberikan kesempatan yang sama kepada BUMN, BUMD, Swasta, maupun pelaku asing tinggal bagaimana para pihak mengakses kemampuannya terhadap risiko dan permodalan,” jelas Sampe.
Sampe juga menjelaskan sekilas mengenai struktur BP Migas. Sebagai institusi yang dibentuk pemerintah atas instruksi UU No. 22 tahun 2001 yang diimplementasikan dalam PP 42 Tahun 2002, BP Migas memiliki akuntabilitas dan tatakelola yang terukur serta dapat dipertanggungjawabkan dalam sistim administrasi publiknya.
Di akhir paparannya, Sampe mengatakan manajemen kegiatan usaha hulu yang selama ini diketahuinya meliputi sisi penerimaan keuangan, pengendalian biaya, dan penemuan cadangan baru. Karena industri ini diharapkan dapat berfungsi sebagai lokomotif ekonomi, sehingga tidak semata-mata industri ini dilihat dari sisi produksi atau sisi biayanya saja. “Bisnis ini berdimensi jangka panjang, bisnis 30 tahunan. Harga minyak, gas, dan LNG juga tunduk kepada hukum-hukum supply and demand di pasaran sebagaimana dengan komoditas lainnya,” tutup Sampe.
Konspirasi Asing
Sedangkan Pemerintah dalam sidang kali ini menghadirkan ahli yang juga seorang Mantan Menteri Perekonomian, Rizal Ramli. Dalam keterangannya Rizal menegaskan sekali lagi bahwa UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas harus dicabut karena bertentangan dengan UUD 1945. Rizal juga tidak segan mengatakan ada “permainan” pihak asing dalam proses pembentukan UU Migas tersebut.
“UU Migas ini dibiayai dan disponsori oleh USAID dengan motif agar sektor Migas diliberalisasi dan agar terjadi internasionalisasi harga sehingga harga-harga domestik migas disesuaikan dengan harga internasional. Pembiayaan itu juga dimaksudkan agar asing boleh memasuki sektor hilir yang sangat menguntungkan dan risikonya lebih kecil dibandingngkan sektor hulu,” ungkap Rizal tak sungkan.
Rizal juga mengungkapkan bahwa pihak Indonesia juga banyak yang terlibat dalam permainan pembentukan UU Migas ini. Pertama kali draf UU ini diajukan oleh menteri pertambangan di era pemerintahan Presiden BJ Habiebi, Kuntoro Mangunsubroto. Namun, saat Rizal bertindak sebagai penasihat DPR untuk tiga fraksi ABRI, Golkar serta, PPP dan PDIP, ia menyarankan agar DPR menolak draf tersebut.
Draf UU Migas saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid sempat tidak mengalami kemajuan apa pun. “Namun begitu pemerintahan Gusdur jatuh, draf UU Ini diajukan dengan sangat cepat ke DPR oleh Pak Boediono dan Pak Purnomo dan diproses di DPR dengan sangat cepat. Setelah itu Kedutaan Besar Amerika dan USAID mengirimkan laporan ke Washington bahwa telah berhasil menggolkan UU ini yang sangat penting untuk kepentingan bisnis Amerika di sektor migas di Indonesia,” kembali Rizal tak segan mengungkapkan.
Rizal selama diberi kesempatan menyampaikan keterangannya itu juga memaparkan “permainan-permainan” pihak asing di sektor lainnya di Indonesia. Rizal mencontohkan UU lain yang “dipermainkan” oleh asing seperti UU Privatisasi BUMN dan UU Privatisasi Air. “Jadi kalau zaman Belanda dulu mau menguasai Indonesia harus bersenjata dan punya pasukan sekarang siapapun yang menjadi presiden dan partai apa saja bisa berkuasa yang penting UU dalam bidang ekonominya merupakan pesanan dari kepentingan asing. Sehingga Indonesia dipaksa mengambil langkah dalam UU yang bertentangan dengan UUD 1945. Seharusnya pembuatan UU tidak boleh dibiayai oleh asing harus dibiayai sendiri oleh APBN sehingga UU benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat dan bangsa kita,” tandas Rizal. (Yusti Nurul Agustin)