Penetapan Buranga sebagai Ibukota Kabupaten Buton Utara adalah kebijakan pembentuk UU, yang apabila hendak dipindahkan ke lokasi yang lain dapat dilakukan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan.
Demikian disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara Nomor 19/PUU-X/2012 dengan pengujian Undang-Undang (UU) No. 14/2007 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara. “Permohonan Pemohon tidak beralasan hukum,” ucap Wakil Ketua MK sekaligus yang bertindak ketua Pleno Sidang Achmad Sodiki, saat membacakan putusan tersebut, di Ruang Sidang Pleno MK, Rabu (18/7).
Perkara ini diujikan oleh Bupati Buton Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Muh. Ridwan Zakariah. Dia mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 7 UU a quo yang menetapkan Ibukota Kabupaten Buton Utara berkedudukan di Buranga, serta Pemohon memohonkan kepada Mahkamah menetapkan Ibukota Kabupaten Buton Utara berkedudukan (dipindah) di Kalisusu.
Sementara petitum provisinya, lanjut Mahkamah dalam putusan, Pemohon memohon agar Pasal 7 UU 14/2007 dinyatakan bertentangan dengan aspirasi rakyat Kabupaten Buton Utara dan menghambat kewenangan Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945, serta Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Ibukota Kabupaten Buton Utara berkedudukan di Kalisusu.
Menurut Mahkamah, petitum dalam provisi yang diajukan oleh Pemohon, berhubungan erat dengan petitum dalam pokok permohonan, sehingga akan dipertimbangkan bersama-sama dengan pokok permohonan.
Setelah dipertimbangkan, sambung Mahkamah, baik Buranga, sebagai Ibukota Kabupaten Buton Utara yang ditetapkan dalam Pasal 7 UU 14/2007, maupun Kalisusu yakni Ibukota Kabupaten Buton Utara yang dimohonkan oleh Pemohon, keduanya terletak, atau termasuk wilayah Kabupaten Buton Utara sebagaimana diatur dalam UU 14/2007.
Melihat hal demikian, Mahkamah perlu mempertimbangkan dan mengutip Pasal 7 ayat (2) UU 32/2004 juncto UU 12/2008 yang menyatakan, ”Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian rupa bumi serta perubahan nama, atau pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”, dan Pasal 7 ayat (3) UU 32/2004 juncto UU 12/2008 yang menyatakan, “Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan”.
Dengan demikian, pendapat Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum. “Mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Sodiki. (Shohibul Umam/mh)