Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada 4 Juli 2012 telah menerima surat dari para Pemohon, bertanggal 2 Juli 2012, yang pada pokoknya mengajukan pencabutan permohonan Nomor 59/PUU-X/2012. Berdasarkan pernyataan tersebut, Senin (16/7) siang, Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan ketetapan yang isinya mengabulkan penarikan kembali permohonan para Pemohon.
Demikian inti ketetapan perkara No. 59/PUU-X/2012, yang dibacakan oleh Ketua Sidang Pleno yang sekaligus Ketua MK Moh. Mahfud MD, di Ruang Sidang Pleno, Gedung MK, Jakarta. Ketetapan tersebut menurut Mahkamah beralasan menurut hukum. “Oleh karena itu permohonan penarikan kembali tersebut dikabulkan,” terang Mahfud.
Para Pemohon dalam perkara ini adalah Dominggus Maurits Luitnan, Suhardi Somomoelyono, Abdurahman Tardjo, Paulus Pase, TB. Mansjur Abubakar, Umar Tuasikal, Hj. Metiawati, Shinta Marghiyana. Mereka mengujikan Undang-Undang (UU) No. 16/2011 tentang Bantuan Hukum terhadap UUD 1945.
Sementara dalam ketetapan tersebut, Mahkamah juga mengatakan bahwa setelah ketetapan ini dibacakan para Pemohon tidak boleh mengajukan kembali permohonan pengujian Formil Undang-Undang (UU) No. 16/2011 tentang Bantuan Hukum. “Para Pemohon tidak dapat mengajukan kembali Permohonan Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,” tutur Ketua Sidang Pleno tersebut.
Hal demikian berdasarkan atas Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan, ”Pemohon dapat menarik kembali Permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan”, dan ”Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Permohonan tidak dapat diajukan kembali”
Perlu diketahui juga dalam sidang pendahuluan, para Pemohon menganggap hak dan/atau kewenangan Konstitusional mereka berpotensi dirugikan oleh berlakunya UU Bantuan Hukum. Disebabkan, UU Bantuan Hukum bertabarakan dengan UU Advokat.
“Cara pembentukan undang-undang bantuan hukum tidak sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” kata Dominggus.
Oleh karena itu dalam petitum-nya, para Pemohon memohonkan kepada Mahkamah supaya menyatakan pembentukan UU Bantuan Hukum tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (Shohibul Umam/mh)